AMERIKA SERIKAT

Belum Kelar Bahas Pajak Digital OECD, PBB Malah Ajukan Proposal Baru

Muhamad Wildan
Selasa, 11 Agustus 2020 | 15.51 WIB
Belum Kelar Bahas Pajak Digital OECD, PBB Malah Ajukan Proposal Baru

Ilustrasi. (DDTCNews)

NEW YORK, DDTCNews—Anggota Komite Pajak Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) atau United Nations (UN) Tax Committee dari negara-negara berkembang mengajukan proposal baru soal pemajakan ekonomi digital.

Proposal dari UN Tax Committee tersebut memiliki sejumlah perbedaan dengan proposal Pillar 1: Unified Approach yang diusung oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).

Draf proposal pemajakan ekonomi digital dari beberapa negara anggota UN Tax Committee tersebut bakal dibahas dalam rapat UN Tax Committee yang diselenggarakan pada Oktober dan November 2020.

“Proposal perlakuan pajak atas ekonomi digital yang diusung ini juga mencantumkan usulan revisi UN Model Tax Convention dengan menambahkan satu pasal baru yaitu pasal 12B," sebut Tax Notes International dalam pemberitaannya, Selasa (11/8/2020).

Meski demikian, proposal pemajakan ekonomi digital dari negara-negara anggota UN Tax Committee ini masih berada dalam fase awal dan berpotensi untuk direvisi ketika proposal tersebut dibahas.

Lebih lanjut, proposal dari UN Tax Committee ini mendorong hak pemajakan bagi yurisdiksi pasar atas penghasilan yang diperoleh oleh perusahaan layanan digital otomatis. Proposal itu sama seperti Pillar 1 dan draf blueprint OECD.

Bedanya, proposal yang diusung oleh UN Tax Committee ini mendorong pengenaan pajak berdasarkan penghasilan bruto, bukan penghasilan neto sebagaimana yang diusung oleh OECD dalam Pillar 1.

Hal ini juga dikarenakan negara berkembang memiliki kemampuan administrasi pajak yang terbatas sehingga diperlukan mekanisme pajak yang sederhana untuk memungut pajak dari penghasilan yang diperoleh dari jasa digital yang diberikan oleh subjek nonresiden.

Mekanisme pengenaan pajak yang diusulkan adalah dalam bentuk withholding tax. Artinya, yurisdiksi pasar bakal memiliki hak pemajakan atas sebagian penghasilan yang persentasenya disepakati secara bilateral bersama dengan yurisdiksi domisili.

“Metode ini akan memudahkan korporasi digital multinasional yang menyediakan jasa digital untuk mematuhi ketentuan pajak yang ditetapkan di yurisdiksi pasar,” bunyi proposal tersebut.

Dengan metode tersebut, korporasi tidak perlu menghitung keuntungan bersih ataupun melaporkan surat pemberitahuan (SPT), kecuali korporasi tersebut memang ingin dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.