Menteri Delegasi Perdagangan Luar Negeri dan Daya Tarik Ekonomi Prancis Frank Riester (tengah) melihat produksi baja saat kunjungan kerja ke pabrik WIKA di Balaraja, Tangerang, Banten, Selasa (15/12/2020). Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengatakan kebijakan fasilitas fiskal berupa insentif pajak masih dibutuhkan sektor manufaktur untuk memulihkan usaha. (ANTARA FOTO/Humas WIKA/aww)
JAKARTA, DDTCNews - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan kebijakan fasilitas fiskal berupa insentif pajak masih dibutuhkan sektor manufaktur untuk memulihkan usaha.Â
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Johnny Darmawan Danusasmita mengatakan insentif pajak masih diperlukan pada tingkat tertentu. Menurutnya, desain insentif pada tahun ini seharusnya lebih selektif dan berdasarkan dinamika ekonomi terkini.
"Kalau ditanya perlu atau tidak jawaban saya tergantung jenis industri yang masih memerlukan [insentif pajak]. Saya setuju kalau insentif ini tidak diobral seperti tahun lalu, tapi ini masih diperlukan dengan jumlah yang tidak sebesar tahun lalu," katanya Senin (18/1/2021).
Johnny menuturkan kebijakan insentif pajak tahun ini juga sebaiknya berkaca pada tahun lalu. Dia menerangkan pada tahun lalu tidak semua industri pengolahan memanfaatkan insentif. Terdapat dua penyebab utama pelaku usaha sektor manufaktur tidak seluruhnya memanfaatkan insentif pajak.
Pertama, prosedur pemanfaatan insentif justru menimbulkan beban administrasi baru bagi pelaku usaha. Kedua, industri tidak memanfaatkan insentif karena tidak cukup signifikan mendukung usaha yang tertekan pandemi, sehingga memutuskan tidak memanfaatkan fasilitas pemerintah.
"Tahun lalu sudah ada insentif tapi belum maksimal. Jadi berkaca pada tahun lalu itu ada beberapa yang buat insentif ini tidak dimanfaatkan mulai dari masalah prosedural dan industri yang tidak bergairah," ujarnya.
Dia menambahkan desain insentif pada tahun ini pada sisi kebijakan fiskal tidak hanya untuk menjaga cash flow pelaku usaha tetap terjaga seperti tahun lalu.
Menurutnya, perlu upaya menggeser insentif kepada proses pemulihan kegiatan usaha terutama untuk kebijakan fiskal di area kepabeanan dan pajak dalam rangka impor (PDRI).
Johnny menyatakan dukungan pemerintah aspek kepabeanan diperlukan karena saat ini banyak negara melakukan rezim proteksionisme dalam proses pemulihan ekonomi domestik, seperti yang dilakukan Filipina terhadap impor mobil dari Indonesia.
Fenomena proteksionisme, lanjutnya, masih menjadi tantangan bagi pemulihan industri pengolahan terutama yang berorientasi ekspor. "Ini masalah dunia bukan domestik saja. Dunia kembali ke proteksionisme dan kelihatannya ekspor akan berat. Jadi manufaktur perlu dibantu," imbuhnya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.