KAMUS PAJAK

Siapa yang Disebut Sebagai Tenaga Kerja Lepas?

Nora Galuh Candra Asmarani
Rabu, 20 Mei 2020 | 14.58 WIB
Siapa yang Disebut Sebagai Tenaga Kerja Lepas?

SALAH satu bentuk insentif pajak untuk wajib pajak terdampak virus Corona (Covid-19) adalah pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP). Insentif ini diberikan kepada pegawai yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur dalam PMK 44/2020

Merujuk pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-16/PJ/2016, setidaknya terdapat dua jenis pegawai, yaitu pegawai tetap dan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas. Lantas, sebenarnya siapa yang disebut sebagai pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas?

Definisi
PASAL 1 angka 11 PER-16/2016 mendefinisikan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas sebagai pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai bersangkutan bekerja berdasar jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu pekerjaan yang diminta pemberi kerja.

Hal ini berbeda dengan pegawai tetap yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, serta berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.

Adapun istilah yang digunakan atas penghasilan yang diterima pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas adalah imbalan atau upah harian, mingguan, atau upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.

Secara lebih terperinci, PER-16/2016 mendefinisikan upah harian sebagai upah yang diperoleh karyawan secara harian. Selanjutnya, upah mingguan adalah upah yang diperoleh karyawan secara mingguan.

Sementara itu, yang dimaksud dengan upah satuan adalah upah yang diperoleh karyawan berdasarkan jumlah unit pekerjaan yang dihasilkan. Lalu, upah borongan adalah upah yang diperoleh berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan tertentu

Kendati antara pegawai tetap dan tenaga kerja lepas sama-sama dikenakan PPh Pasal 21, perbedaan status kepegawaian berpengaruh pada aspek perpajakannya. Perbedaan tersebut membuat tenaga kerja lepas memiliki ketentuan pajak tersendiri.

PPh Tenaga Kerja Lepas
SALAH satu contoh ketentuan tersebut adalah PPh Pasal 21 hanya dikenakan pada tenaga kerja lepas yang memiliki penghasilan lebih dari Rp450 ribu per hari. Namun, ketentuan penghasilan tidak kena pajak ini tidak berlaku jika penghasilan dimaksud dibayarkan secara bulanan

Hal ini sesuai dengan Pasal 12 ayat 1 huruf a PER-16/2016 yang menyatakan penghasilan bagi pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang tidak dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam satu bulan kalender belum melebihi Rp4,5 juta, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 jika penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp450 ribu

Adapun yang dimaksud dengan rata-rata penghasilan sehari adalah rata-rata upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan untuk setiap hari kerja. Perhitungan rata-rata upah yang diterima dalam sehari dapat dilakukan dengan tiga cara.

Pertama, untuk upah mingguan, dibagi dengan jumlah hari bekerja dalam seminggu. Kedua, untuk upah satuan, dikalikan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari. Ketiga, untuk upah borongan, dibagi dengan jumlah hari dalam menyelesaikan perkerjaan borongan.

Jika upah harian atau rata-rata upah harian sudah lebih dari Rp450 ribu, tetapi dalam sebulan belum melebihi Rp4,5 juta, penghasilan itu dipotong PPh Pasal 21 dengan dasar pengenaan pajak (DPP) upah harian atau rata-rata upah harian dikurangi Rp450 ribu. Tarif yang berlaku adalah tarif lapisan pertama Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh yaitu 5%.

Kemudian, dalam hal pegawai tidak tetap telah memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1 satu bulan kalender melebihi Rp4,5 juta tetapi kurang dari Rp10,2 juta, penghasilan tersebut dipotong PPh Pasal 21 dengan DPP upah sehari dikurang PTKP yang sebenarnya dikali dengan tarif 5%. 

Adapun PTKP yang sebenarnya adalah sebesar PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya PTKP yang sebenarnya ditetapkan dengan cara membagi PTKP per tahun dengan 360 hari.

Lalu, apabila upah dibayarkan secara bulanan atau jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender sudah lebih dari Rp10,2 juta, pajak penghasilan dikenakan dengan DPP penghasilan bruto disetahunkan dikurangi PTKP setahun dan dikali tarif pada Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.

Secara ringkas, ketentuan PPh Pasal 21 tenaga kerja lepas dapat disimak pada tabel berikut. (Bsi)

Penghasilan SehariPenghasilan Kumulatif SebulanTarifDasar Pengenaan Pajak
<Rp450.000<Rp4.500.0005%Tidak dipotong PPh Pasal 21
>Rp450.000≤Rp4.500.000 juta5%Upah sehari-Rp450.000
<Rp450.000>Rp4.500.000 tetapi kurang dari Rp10.200.0005%Upah sehari-PTKP yang sebenarnya
>450.000
<450.000>Rp10.200.000 Atau upah dibayarkan secara bulananTarif Pasal 17 ayat (1) huruf ‘a’ UU PPhPKP setahun=penghasilan bruto disetahunkan-PKP setahun
>450.000

Sumber: PER-16/2016, diolah penulis

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Seoul
baru saja
Apakah upah kerja seorang yang dikontrak hanya dipakai satu saja dan nilai upah di bawah 3.5 Juta kena potongan pajak? Rincian ya 2.8 juta upah dan 700 ribu ongkos transport.. Trims