RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Penentuan Pihak yang Berwenang Menandatangani Surat Banding

Vallencia | Jumat, 17 Juni 2022 | 17:15 WIB
Sengketa Penentuan Pihak yang Berwenang Menandatangani Surat Banding

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak atas penentuan pihak yang berwenang untuk menandatangani surat permohonan banding.

Dalam perkara ini, wajib pajak mengajukan banding terhadap ketetapan otoritas pajak yang melakukan koreksi positif atas pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 karena belum melampirkan sertifikat keterangan domisili (SKD).

Selanjutnya, pengajuan surat banding ditandatangani oleh karyawan X yang menjabat sebagai manajer keuangan dan akuntansi. Adapun karyawan X tersebut telah menerima surat kuasa dari presiden direktur selaku pengurus wajib pajak untuk menandatangani surat banding.

Baca Juga:
Menurun, Tingkat Kemenangan DJBC di Pengadilan Pajak 56,77% pada 2023

Terkait dengan hal tersebut, otoritas pajak menilai wajib pajak tidak memenuhi persyaratan formal dalam pengajuan banding. Alasannya, pihak yang menandatangani surat banding tidak tergolong sebagai pengurus di perusahaan wajib pajak.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh wajib pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Baca Juga:
E-Bupot 21/26 Versi 1.4 DJP Online, Ada 2 Opsi Autentikasi Kirim SPT

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat sesuai dengan fakta persidangan, wajib pajak tidak memenuhi persyaratan formal pengajuan banding yang tercantum dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU 14/2022).

Majelis Hakim Pengadilan Pajak menilai wajib pajak tidak memenuhi persyaratan formal dalam pengajuan banding. Sebab, pihak yang menandatangani surat banding bukanlah pengurus dari wajib pajak terkait, melainkan karyawan X yang menjabat sebagai manajer keuangan dan akuntansi.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 56892/PP/M.XVI.A/13/2014 tanggal 4 November 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 11 November 2015.

Baca Juga:
Mulai 12 April! Pengajuan Izin Kuasa Hukum Pajak Harus via IKH Online

Pokok sengketa dalam perkara ini ialah koreksi positif PPh Pasal 26 terutang masa pajak April sampai dengan Desember 2009 senilai Rp317.639.286.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK menilai pengajuan permohonan banding yang dilakukannya telah memenuhi ketentuan formal sebagaimana diatur dalam Pasal 37 ayat (1) UU 14/2002.

Ketentuan dalam Pasal 37 ayat (1) UU 14/2002 mengatur bahwa pengajuan banding hanya dapat diajukan oleh wajib pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya. Dalam perkara ini, Pemohon PK menyatakan bahwa surat banding yang diajukannya kepada Pengadilan Pajak telah ditandatangani oleh karyawan X yang merupakan salah satu pengurus di perusahaan Pemohon PK.

Baca Juga:
Ini Aturan Baru Permohonan IKH di Pengadilan Pajak Mulai 12 April 2024

Karyawan X tersebut berkedudukan sebagai manajer keuangan dan akuntansi di perusahaan Pemohon PK dan telah memiliki kewenangan untuk menandatangani surat permohonan banding. Sebagai informasi, pengertian pengurus menurut Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.

Lebih lanjut, karyawan X tersebut sesungguhnya telah mendapatkan surat kuasa dari direktur di perusahaan Pemohon PK untuk menandatangani surat permohonan banding. Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan Surat Kuasa Khusus No. 01/BWG-Apac/PJK/13 tanggal 5 Maret 2013, akte notaris yang diterbitkan tanggal 18 Oktober 2011, dan cek yang ditandatangani oleh karyawan X.

Selain itu, Pemohon PK juga telah memberi tambahan penjelasan melalui kantor konsultan hukumnya bahwa pemberian kuasa dari Pemohon PK kepada karyawan X telah sesuai dengan Pasal 103 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 12 Anggaran Dasar Pemohon PK.

Baca Juga:
Sengketa Pajak atas Penyediaan Jaringan Listrik dan Air

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Menurut Termohon PK, karyawan X tidak tergolong sebagai pengurus di perusahaan Pemohon PK. Oleh sebab itu, surat banding yang ditandatangani oleh karyawan X dan telah diajukan ke Pengadilan dapat dinyatakan tidak memenuhi persyaratan formal permohonan banding.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan Pemohon PK bahwa permohonan banding tidak memenuhi ketentuan formal tidak dapat dipertahankan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Percepat Penyelesaian Sengketa Pajak, Data Analytics Dikembangkan

Kedua, dalam perkara a quo, Pemohon PK telah mengajukan permohonan banding yang ditandatangani oleh karyawan X yang bukan merupakan pengurus perusahaan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 34 ayat (2) UU KUP. Dengan kata lain, dapat disimpulkan, Pemohon PK tidak memenuhi persyaratan formal untuk mengajukan permohonan banding.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 22 Maret 2024 | 11:30 WIB DITJEN BEA DAN CUKAI

Menurun, Tingkat Kemenangan DJBC di Pengadilan Pajak 56,77% pada 2023

Kamis, 21 Maret 2024 | 08:40 WIB BERITA PAJAK HARI INI

E-Bupot 21/26 Versi 1.4 DJP Online, Ada 2 Opsi Autentikasi Kirim SPT

Rabu, 20 Maret 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Mulai 12 April! Pengajuan Izin Kuasa Hukum Pajak Harus via IKH Online

Selasa, 19 Maret 2024 | 16:25 WIB IZIN KUASA HUKUM

Ini Aturan Baru Permohonan IKH di Pengadilan Pajak Mulai 12 April 2024

BERITA PILIHAN