DKI JAKARTA

Revisi Perda Pajak Parkir DKI Lanjut ke Rapat Paripurna, Tarif Naik

Muhamad Wildan
Kamis, 18 Juni 2020 | 15.31 WIB
Revisi Perda Pajak Parkir DKI Lanjut ke Rapat Paripurna, Tarif Naik

Ilustrasi. Pengemudi melintas di area parkir yang diberi pembatas jaga jarak di Rest Area Palm Square Km 13,5 Tol Jakarta-Tangerang, Banten, Jumat (29/5/2020). Penerapan "physical distancing" di area parkir mobil tersebut untuk mencegah penyebaran COVID-19. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.

JAKARTA, DDTCNews - DPRD DKI Jakarta menyetujui usulan perubahan pada Peraturan Daerah (Perda) No.16/2020 tentang Pajak Parkir yang diajukan oleh Pemprov DKI Jakarta kepada Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta.

Dalam rapat antara Pemprov DKI Jakarta dengan Bapemperda DPRD DKI Jakarta, terdapat tujuh poin perubahan pasal yang disepakati oleh kedua pihak untuk direvisi. Selanjutnya, persetujuan akan di bawa ke rapat paripurna.

"Dengan selesainya pembahasan Raperda Perubahan Pajak Parkir ini, Bapemperda akan melaporkan ke pimpinan dewan untuk kemudian diagendakan di paripurna untuk bisa menjadi Perda," kata Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan, dikutip pada Kamis (18/6/2020).

Salah satu poin krusial dari revisi Perda ini adalah kenaikan tarif pajak parkir dari 20% menjadi 30%. Dasar pengenaan pajak (DPP) dari pajak parkir adalah jumlah pembayaran parkir atau jumlah yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir, termasuk potongan harga parkir atau bentuk lainnya yang diberikan kepada subjek pajak parkir.

Pada Pasal 1 disepakati untuk menghapus Pasal 1 ayat 11 yang menjelaskan definisi mengenai pembayaran parkir. Penghapusan dilakukan karena mereka menilai pasal tersebut tidak berkaitan dengan pajak parkir.

Kemudian, ditambahkan pula konsep baru pada Pasal 1 ayat 10a yang mendefinisikan tempat parkir khusus dan ayat 10b yang mendefinisikan sistem daring (online). Pada Pasal 3 ayat 2, objek pajak yang tidak termasuk objek pajak parkir ditambah dari lima objek pajak menjadi enam objek pajak.

Pada Pasal 5, ditambahkan ayat baru yakni Pasal 5 ayat 2, yang mewajibkan wajib pajak untuk melaksanakan sistem daring (online) atas transaksi usahanya. Ditambahkan pula Pasal 5 ayat 3, yang mewajibkan pelaksanaan sistem daring (online) paling lambat 6 bulan setelah Perda diundangkan.

Mereka juga menambahkan ketentuan baru berupa Pasal 5A, yang menjelaskan mengenai sanksi bagi wajib pajak parkir apabila enggan melaksanakan sistem daring (online) atas transaksi usahanya. Sanksi yang diberikan adalah peringatan tertulis sebanyak dua kali, penghentian sementara kegiatan, pencabutan izin dan/atau pembatalan izin.

Dengan adanya revisi ini, Pantas mengatakan pihaknya berharap agar Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta segera mengoptimalkan infrastruktur perpajakan sehingga penerimaan pajak dari parkir ini bisa semakin optimal.

Kepala Bidang Peraturan Bapenda DKI Jakarta Indra Satria mengaku akan terus mengejar persiapan infrastruktur penghitungan DPP pajak parkir agar kebocoran penerimaan bisa dicegah. Pasalnya, dengan sistem dari secara realtime, infrastruktur tidak bisa dihentikan.

“Jadi, terus-menerus [menyala], tidak bisa dimatikan begitu saja. Walaupun mungkin ada beberapa alat yang rusak, itu bisa dilaporkan. Namun, untuk itu, telah dimasukan pasal mengenai penggunaan persyaratan yang diharuskan penggunaan alat dari daring," kata Indra. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.