PERPAJAKAN GLOBAL

OECD Rilis Working Paper Soal Pajak & Pekerjaan Masa Depan

Redaksi DDTCNews | Selasa, 26 Maret 2019 | 10:00 WIB
OECD Rilis Working Paper Soal Pajak & Pekerjaan Masa Depan

Tampilan depan working paper. 

JAKARTA, DDTCNews – Sistem perpajakan yang terkait dengan tenaga kerja ternyata mempengaruhi pilihan bentuk pekerjaan di sebuah negara.

Hal ini dipaparkan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam working paper terbaru bertajuk ‘Taxation and The Future of Work’. Dalam working paper ini, OECD menjabarkan bagaimana sistem pajak mempengaruhi pilihan pekerjaan itu sendiri.

Working paper tersebut berangkat dari sorotan terkait perubahan dunia kerja yang sering muncul dalam diskusi kebijakan akhir-akhir ini. Banyak negara telah melihat peningkatan bentuk pekerjaan yang nonstandar. Salah satu pendorong fenomena itu adalah perkembangan teknologi.

Baca Juga:
Pilar 1 Tak Kunjung Dilaksanakan, Kanada Bersiap Kenakan Pajak Digital

Tidak ada definisi universal dari pekerjaan nonstandar. Sebagai gantinya, berbagai definisi pekerjaan nonstandar telah dikembangkan oleh berbagai organisasi internasional. Menurut definisi OECD (2015), pekerjaan non-standar mencakup wirausaha (termasuk pekerja mandiri), kontrak sementara atau jangka waktu tertentu, dan kerja paruh waktu.

Fakta bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, adanya peningkatan fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi dalam angkatan kerja.Kedua, adanya kerugian karena mewakili penurunan kualitas pekerjaan yang didorong oleh automatisasi, globalisasi, dan peningkatan kekuatan pasar pengusaha besar.

“Perubahan ini juga menimbulkan masalah penting untuk sistem pajak,” kata OECD dalam working paper tersebut, seperti dikutip pada Selasa (26/3/2019).

Baca Juga:
Objek Pajak Penghasilan/PPh di Sektor Pertambangan, Apa Saja?

Pajak yang berlaku bagi tenaga kerja – seperti pajak penghasilan pribadi dan kontribusi jaminan sosial – menjadi penyumbang penerimaan negara yang paling besar di mayoritas negara-negara OECD. Perbedaan pajak lintas jenis pekerjaan berpotensi memberi efek signifikan pada pasar tenaga kerja dan pendapatan negara.

Dalam working paper tersebut, OECD menyoroti pertanyaan penting sejauh mana peningkatan dalam beberapa bentuk pekerjaan yang tidak standar didorong oleh pertimbangan pajak. Pertanyaan lanjutannya adalah apakah sistem pajak perlu beradaptasi dengan peningkatan pekerjaan nonstandar.

Pertanyaan utama yang menarik adalah apakah perlakuan pajak wirausaha berbeda dari pekerjaan standar. Working paper ini menilai apakah perlakuan yang berbeda memiliki manfaat ketika dievaluasi terhadap gagasan desain pajak yang baik.

Baca Juga:
Dapat Hadiah dari Undian? Begini Ketentuan Pajaknya

Setidaknya ada tiga hasil utama yang bisa diringkas dalam working paper tersebut. Pertama, perusahaan yang mengontrak tenaga kerja nonstandar menghadapi beban pajak yang lebih rendah dibandingkan merekrut pekerja standar.

“Di negara-negara yang punya perbedaan perlakuan pajak besar, misalnya Belanda dan Inggris, sistem pajak dapat menjadi pendorong peningkatan wirausaha,” jelas OECD.

Kedua, jenis kontrak yang meminimalkan biaya pajak tenaga kerja dapat bervariasi dari sisi upah dan faktor-faktor lain. Ini menjadi bagian dari daya tawar. Secara umum, perusahaan yang mengontrak tenaga kerja nonstandar menghadapi beban pajak yang lebih rendah di seluruh spektrum upah.

Baca Juga:
Zakat yang Dibayar Lewat Pemberi Kerja Bisa Jadi Pengurang PPh 21

Ketiga, perusahaan mungkin memiliki kemampuan untuk mengurangi beban lebih lanjut dengan mengurangi biaya dan ketentuan pajak penghasilan badan terkait tenaga kerja dari basis pajak pendapatan perusahaan.

“Karena mereka dapat bervariasi berdasarkan bentuk pekerjaan, aturan deduksi merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan dalam menilai jenis kontrak sistem pajak mana yang mungkin memberikan insentif,” imbuh OECD.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M

Jumat, 19 April 2024 | 14:30 WIB PAJAK SEKTOR PERTAMBANGAN

Objek Pajak Penghasilan/PPh di Sektor Pertambangan, Apa Saja?

Selasa, 16 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Dapat Hadiah dari Undian? Begini Ketentuan Pajaknya

BERITA PILIHAN
Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya

Sabtu, 20 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesinambungan Fiskal 2025, Pemerintah Waspadai Tiga Hal Ini

Sabtu, 20 April 2024 | 09:00 WIB KABUPATEN SUKABUMI

Ada Hadiah Umrah untuk WP Patuh, Jenis Pajaknya akan Diperluas

Sabtu, 20 April 2024 | 08:47 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

SPT yang Berstatus Rugi Bisa Berujung Pemeriksaan oleh Kantor Pajak

Sabtu, 20 April 2024 | 08:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dorong Pertumbuhan Ekonomi 2025, Insentif Ini Disiapkan untuk Investor

Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan