RESENSI JURNAL

Menilik Kebijakan Insentif Pajak China dalam Hadapi Pandemi Covid-19

Redaksi DDTCNews | Rabu, 28 Juli 2021 | 13:00 WIB
Menilik Kebijakan Insentif Pajak China dalam Hadapi Pandemi Covid-19

PANDEMI Covid-19 merupakan peristiwa penyebaran virus corona 2019 yang hampir terjadi di seluruh negara dunia. Penyebaran virus corona menyebar luas di China ditandai saat kota Wuhan ditutup tanggal 23 Januari 2020.

Guna menangani dampak pandemi, berbagai upaya dilakukan Pemerintah China di antaranya memberikan insentif pajak. Penerapan insentif pajak China diuraikan dalam publikasi yang ditulis Diheng Xu berjudul The Implications of China’s Fiscal Measures Relating to the Covid-19 Pandemic.

Fokus utama China dari kebijakan insentif pajak terdiri atas empat aspek. Pertama, mendukung penahanan garda terdepan dengan memberlakukan pembebasan pajak penghasilan untuk karyawan lepas, tenaga kesehatan, bonus, serta persediaan medis untuk pengendalian Covid-19.

Baca Juga:
Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kedua, mendukung persediaan dan kebutuhan pokok dengan memberikan pembebasan PPN untuk wajib pajak penyedia transportasi bahan baku, layanan pengiriman, layanan transportasi umum, penyedia jasa keselamatan, dan pembebasan bea masuk terkait impor alat kesehatan.

Ketiga, mendukung aksi peduli dalam bentuk donasi untuk meringankan dampak pandemi. Pengurangan pajak penghasilan diperbolehkan untuk sumbangan. Pembebasan untuk barang impor yang disumbangkan juga sudah diperluas.

Keempat, mendukung pembukaan kembali sarana pekerjaan dan produksi. Perusahaan yang terdampak pandemi akan diberikan perpanjangan kompensasi kerugian 5-8 tahun seperti jasa akomodasi, katering, hiburan, transportasi, dan jasa turis. Pembebasan PPN sementara atau penurunan tarif juga berlaku bagi perusahaan UMKM tergantung dari lokasi.

Baca Juga:
RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Demi kelancaran insentif pajak, otoritas pajak China (China’s State Taxation Administration/STA) mengeluarkan pedoman berisi aturan pelaksanaan insentif terperinci untuk memudahkan perusahaan, terutama usaha kecil dan berpenghasilan rendah.

Selama pandemi, STA juga mulai mengadopsi sejumlah besar teknologi baru, terutama kecerdasan buatan untuk digunakan dalam memfasilitasi insentif. Tak ketinggalan, STA juga meningkatkan pengawasan dalam menjamin tujuan insentif pajak tercapai.

Kemudian, layanan wajib pajak nontatap muka juga diberlakukan. Wajib pajak bisa mengakses layanan daring melalui sistem elektronik secara mandiri. Tak menutup kemungkinan, layanan tanpa tatap muka ini akan berkembang secara pesat ke depannya.

Baca Juga:
World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Di sisi lain, insentif pajak dianggap sebagai sarana pemerintah untuk campur tangan dan mengatur perekonomian. Metode pemberian insentif pajak yang berorientasi pada negara berperan penting dalam menjaga kehidupan masyarakat dan pemulihan ekonomi.

Meski integrasi ekonomi global tinggi, tidak ada satu negara pun yang dapat sepenuhnya menghindari risiko dan ketidakpastian karena pandemi. Stabilisasi masyarakat dan pemulihan ekonomi membutuhkan kepastian. Kepastian pajak mencakup makna perlindungan bagi wajib pajak dan sangat penting bagi sistem perpajakan.

Meski begitu, terdapat beberapa evaluasi terkait dengan penggunaan insentif pajak di antaranya proses pengambilan keputusan internal tidak sepenuhnya terlihat bagi pembayar pajak, meski publisitas STA yang luas diklaim telah meningkatkan transparansi.

Baca Juga:
Uni Emirat Arab Godok Insentif Pajak untuk Kegiatan Litbang

Selain itu, pengeluaran pajak untuk pandemi dapat menyimpang dari anggaran mengingat ketidakpastian pandemi global. Statistik China menunjukkan pendapatan pajak kuartal pertama tahun 2020 turun 14,3% ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya.

Situasi itu mengimplikasikan bahwa pemerintah menghadapi tekanan pada pendapatan dan pengeluaran. Hasil yang buruk akan membuat pemerintah berakhir dengan defisit yang signifikan dan hilangnya pendapatan yang ditransfer ke pembayar pajak menengah kebawah.

Teknologi kecerdasan buatan juga turut disorot. Di satu sisi, seseorang dapat menikmati lebih banyak kenyamanan. Namun, mereka juga menghadapi risiko yang lebih besar terhadap privasi dan perlindungan data mereka jika peraturan yang relevan tidak diperbarui.

Baca Juga:
Neraca Perdagangan RI Surplus US$4,47 Miliar pada Maret 2024

Di Indonesia, insentif pajak juga diberlakukan mengikuti undang-undang dan aturan turunan khususnya terkait dengan pandemi. Keikutsertaan masyarakat menggunakan insentif pajak sangat berpengaruh guna mencapai stabilitas ekonomi negara.

Secara keseluruhan, seluruh dunia menghadapi kesulitan yang sama. Untuk menjamin kepastian hukum dapat berperan, setiap negara harus memperhatikan penerapan insentif pajak dan fokus pada penilaian dan pengawasan ex-post dari langkah-langkah fiskal yang sudah diberikan.

Untuk itu, penulis merekomendasikan semua insentif pajak dipindahkan ke dalam proses pembuatan undang-undang yang sistematis yang efisien, proporsional, netral, dan pasti. Kontrol anggaran adalah titik awal untuk semua tindakan.

Baca Juga:
Mulai 2025! Biaya Olahraga di Negara Ini Bisa Jadi Pengurang Pajak

Anggaran bisa lebih banyak untuk kasus-kasus darurat, seperti darurat kesehatan masyarakat. Undang-undang juga harus menetapkan aturan untuk tahap berbeda, yaitu tahap awal, tahap tengah, dan tahap akhir. Dengan demikian otoritas pajak dapat menerapkan langkah-langkah fiskal yang berbeda pada tahap yang berbeda berdasarkan situasi yang berubah.

*Artikel ini merupakan artikel yang diikutsertakan dalam Lomba Resensi Jurnal untuk memeriahkan HUT ke-14 DDTC. Simak artikel lainnya di sini.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB HARI BUKU SEDUNIA

World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Senin, 22 April 2024 | 12:30 WIB UNI EMIRAT ARAB

Uni Emirat Arab Godok Insentif Pajak untuk Kegiatan Litbang

BERITA PILIHAN
Sabtu, 27 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PERPAJAKAN

Penindakan Kepabeanan dan Cukai dari Tahun ke Tahun

Sabtu, 27 April 2024 | 10:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Catat! WP Ini Tak Kena Sanksi Denda Meski Telat Lapor SPT Tahunan

Sabtu, 27 April 2024 | 10:03 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Wajib Pajak Siap-Siap Ditunjuk DJP, Ikut Uji Coba Coretax System

Sabtu, 27 April 2024 | 10:00 WIB PENDAPATAN DAERAH

Mendagri Minta Pemda Ambil Terobosan Demi Tingkatkan PAD

Sabtu, 27 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

RKP 2025 Disusun Meski RPJPN Belum Diundangkan, Ini Alasan Bappenas

Sabtu, 27 April 2024 | 09:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Meski Lewat Tenggat Waktu, DJP Minta WP OP Tetap Lapor SPT Tahunan

Sabtu, 27 April 2024 | 07:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Sri Mulyani Proyeksikan Ekonomi RI Tumbuh 5,17% di Kuartal I/2024

Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global