PERKEMBANGAN teknologi dan globalisasi dibarengi dengan makin banyaknya pemanfaatan celah peraturan pajak domestik dan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Praktik penghindaran pajak yang diduga dilakukan oleh perusahaan multinasional ini mengakibatkan tergerusnya penerimaan pajak suatu negara.
Untuk mencegah praktik tersebut, negara-negara yang bergabung dalam G20 mendeklarasikan aksi bersama dengan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Aksi tersebut tertuang dalam 15 rencana aksi atas isu Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Penerapan 15 rencana aksi tersebut bertujuan untuk mengatasi penghindaran pajak, meningkatkan koherensi peraturan pajak internasional, dan memastikan lingkungan pajak yang lebih transparan.
Hingga Desember 2019, jumlah yurisdiksi yang tergabung dalam kerangka Inklusif BEPS (Inclusive Framework on BEPS) tercatat sebanyak 137 yurisdiksi. Negara-negara tersebut berkomitmen mengubah peraturan perpajakan di negaranya sebagai bentuk implementasi aksi BEPS.
Buku yang berjudul Tax Design and Administration in a Post-BEPS Era: A Study of Key Reform Measures in 18 Jurisdiction menjelaskan implementasi 15 aksi BEPS di 18 negara.
Adapun 18 negara yang dimaksud ialah Australia, Kanada, China, Hong Kong, India, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Belanda, Selandia Baru, Nigeria, Singapura, Afrika Selatan, Thailand, Inggris, Amerika Serikat, dan Vietnam.
Buku yang terbit pada 2019 ini ditulis oleh beberapa ahli dari masing-masing negara tersebut. Pada bagian awal buku ini, penulis memberikan gambaran terlebih dahulu terkait 15 rencana aksi BEPS untuk memudahkan pembaca dalam memahami materi yang disampaikan pada bab-bab berikutnya.
Adapun 15 aksi BEPS tersebut ialah, Rencana Aksi 1, BEPS dan isu pemajakan ekonomi digital. Rencana Aksi 2, menetralisasi hybrid mismatch arrangement. Rencana Aksi 3, ketentuan controlled foreign companies (CFC).
Rencana Aksi 4, membatasi biaya bunga pinjaman afiliasi. Rencana Aksi 5, menangkal harmful tax practice. Rencana Aksi 6, menutup celah penyalahgunaan tax treaty. Rencana Aksi 7, mencegah penghindaran status BUT.
Rencana Aksi 8-10, transfer pricing dan pembentukan nilai. Rencana Aksi 11, analisis data BEPS. Rencana Aksi 12, mandatory disclosure rule. Rencana Aksi 13, tiga pendekatan dokumentasi transfer pricing. Rencana Aksi 14, menyelesaikan sengketa dengan mutual agreement. Rencana Aksi 15, instrumen multilateral proyek BEPS.
Kemudian, penjelasan dilanjutkan dengan implementasi di 18 yurisdiksi. Australia dan Jepang termasuk dua negara yang sejak awal mendukung adanya rencana aksi BEPS. Kedua negara ini hampir mengadopsi seluruh rencana aksi tersebut.
Sampai saat ini, Australia telah proaktif dalam mengubah beberapa aturannya, menandatangani perjanjian multilateral, dan menegosiasikan perjanjian pajak berdasarkan persyaratan minimum yang telah disepakati. Menariknya, Inggris dan Australia telah mengambil langkah sepihak dengan memberlakukan diverted profit tax bertarif 40%.
India dan Korea sudah fokus terkait persoalan penghindaran pajak jauh sebelum adanya Inclusive Framework on BEPS. Pemerintah India sendiri telah fokus perihal transfer pricing, penghindaran status BUT, pembayaran royalti, thin capitalization, dan pajak digital. Tak mengherankan jika India memiliki peran penting dalam perumusan formula rencana aksi BEPS.
Hingga saat ini, India telah mengimplementasikan berbagai kebijakan yang sejalan dengan rencana aksi BEPS. Namun, India tidak mengadopsi rencana aksi 14 dan untuk rencana aksi 2, 11, dan 12 masih dalam tahap perencanaan dan diskusi pembentukan kebijakan.
Sementara Korea sudah memperkenalkan aturan terkait transfer pricing sejak 1996. Selain itu, aturan terkait CFC dan thin capitalization sendiri sudah diimplementasikan negara ini pada 1997.
Selanjutnya, Jepang juga telah menerapkan rencana aksi BEPS yang tertuang dalam peraturan domestiknya. Pada 2016, otoritas pajak Jepang menerbitkan The International Strategic Total Plan yang berisi rencana kebijakan pajaknya yang sejalan dengan aksi BEPS.
Sebenarnya masih banyak informasi yang terkandung dalam buku, tetapi belum bisa disampaikan seluruhnya dalam artikel ini. Penyusunan buku ini runtut, mudah dipahami, dan memberikan informasi yang komprehensif terkait perkembangan penerapan rencana aksi BEPS di berbagai negara.
Buku ini layak dibaca oleh berbagai praktisi, pembuat kebijakan, serta para akademisi dan peneliti. Tertarik membaca buku ini? Silakan datang ke DDTC Library!