RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN Atas Penjualan Motor Melalui Dealer

Redaksi DDTCNews
Senin, 25 Agustus 2025 | 18.30 WIB
Sengketa PPN Atas Penjualan Motor Melalui Dealer
<p>Ilustrasi.</p>

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPN atas adanya transaksi jual beli motor dari dealer kepada pembeli melalui perantara.

Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan perantara yang bertugas untuk menjembatani transaksi jual beli motor baru antara pembeli dengan dealer. Dalam hal transaksi tunai, wajib pajak menjadi pihak yang mentransfer uang pembeli ke dealer. Namun, dalam hal transaksi kredit, wajib pajak membayarkan uang muka pembeli kepada dealer dan sisa pembayaran akan dilunasi oleh pihak ketiga yaitu lembaga pembiayaan.

Terhadap hal tersebut, otoritas pajak menilai bahwa telah terjadi transaksi jual beli sepeda motor baru antara wajib pajak dengan pembeli. Otoritas pajak tidak menganggap wajib pajak sebagai pihak perantara.

Hal inilah yang membuat otoritas pajak melakukan koreksi dengan menggunakan nilai peredaran usaha atas penjualan sepeda motor baru sebagai DPP PPN wajib pajak.

Sebaliknya, wajib pajak menilai pihaknya merupakan perantara dan tidak melakukan penjualan sepeda motor baru kepada pembeli. Dengan demikian, wajib pajak menilai DPP PPN seharusnya merujuk pada nilai penerimaan fee, bukan nilai penjualan motor baru.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan.id.

Kronologi

Wajib pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam proses pengadilan, untuk memperkuat argumen bahwa wajib pajak hanya berperan sebagai perantara, wajib pajak menunjukkan bukti berupa tanda terima pembayaran fee dari dealer.

Dengan bukti tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyimpulkan bahwa wajib pajak tidak melakukan penjualan sepeda motor baru. Dengan demikian, atas koreksi yang dilakukan oleh wajib pajak tidak dapat dibenarkan.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkan Putusan Pengadilan Pajak PUT.60660/PP/M.VIA/16/2015 tanggal 31 Maret 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada tanggal tanggal 15 Juli 2015.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah Koreksi DPP atas penjualan sepeda motor baru sebesar Rp790.727.908 yang tidak dapat dipertahankan oleh majelis hakim pengadilan pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

Pemohon PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai informasi, Termohon PK merupakan badan usaha yang menjembatani transaksi jual beli motor antara pembeli dengan dealer. Dengan kata lain, Termohon PK bisa juga disebut sebagai perantara atau perpanjangan tangan dari dealer.

Adapun kegiatan yang dilakukan oleh Termohon PK adalah sebagai pihak perantara atas penjualan sepeda motor secara tunai maupun kredit. Dalam transaksi tunai, Termohon PK menjadi pihak yang menerima dan mentransfer uang pembeli ke dealer.

Namun, dalam hal transaksi kredit, Termohon PK menerima serta mentransfer uang muka pembeli kepada dealer dan sisa pembayaran akan dilunasi oleh pihak ketiga yaitu lembaga pembiayaan.

Atas kegiatan transaksi tersebut, Pemohon PK menemukan fakta bahwa Termohon PK tidak terbukti bertindak sebagai pihak perantara atas penjualan sepeda motor baru. Dalam proses bisnisnya, Termohon PK melakukan pembelian motor pada dealer terlebih dahulu, kemudian menjualnya kembali kepada pembeli.

Dengan begitu, Pemohon PK menilai bahwa telah terjadi transaksi jual beli antara Termohon PK dengan pembeli. Untuk mendukung dalilnya, Pemohon PK menyerahkan bukti pertama berupa surat perincian data pembelian motor. Dalam surat tersebut, terdapat surat jawaban konfirmasi dari dealer yang membuktikan adanya pembelian motor dari Termohon PK.

Lebih lanjut, Pemohon PK juga meminta penjelasan kepada dealer terkait komisi atau fee sebagai bukti kedua. Berdasarkan uji bukti tersebut, ditemukan fakta bahwa dealer tidak pernah membuat perjanjian pemberian komisi atau fee melainkan pemberian potongan harga/diskon untuk pembelian tunai.

Dengan berdasarkan uraian di atas, terbukti bahwa terdapat kegiatan jual beli sepeda motor antara Termohon PK dengan dealer. Adapun atas transaksi penyerahan sepeda motor tersebut merupakan objek PPN. Menurut Pemohon PK, penentuan besaran DPP PPN nya merujuk pada harga penjualan sepeda motornya, bukan berdasarkan komisi penjualan yang didalilkan oleh Termohon PK.

Dengan demikian, Pemohon PK menyimpulkan bahwa Termohon PK bukan merupakan pihak perantara atas penjualan sepeda motor antara pembeli dan dealer. Mengacu pada hal tersebut, koreksi positif yang dilakukan Pemohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.

Di sisi lain, Termohon PK tidak sepakat terhadap koreksi dan pendapat dari Pemohon PK. Selama pemeriksaan, Termohon PK melampirkan dokumen-dokumen seperti prosedur penjualan motor baru dan bukti terkait transaksi dengan dealer

Adapun bukti transaksi dengan dealer tersebut meliputi bukti pembayaran uang muka, bukti pemesanan unit kendaraan, bukti penyerahan kendaraan, kwitansi tanda terima, faktur dari dealer atas nama pembeli, dan bukti terkait surat menyurat kendaraan.

Dalam bukti tersebut, Termohon PK menegaskan bahwa dirinya hanya menjalankan kegiatan sebagai perantara bukan sebagai penjual. Artinya, kegiatan usaha dari Termohon PK hanya sebagai perpanjangan tangan dari dealer dan atas kegiatan jasanya diberikan kompensasi berupa fee dari dealer.

Termohon PK juga membantah dalil dari Pemohon PK yang menyatakan tidak adanya perjanjian kerjasama terkait komisi atau fee dengan melampirkan bukti perjanjian nomor 109/Ayk/SK/IV/2007. Dalam perjanjian tersebut, dealer menyepakati pemberian komisi sebesar Rp100.000 dan Rp150.000 per unit sepeda motor yang terjual.

Atas pendapat Termohon PK tersebut, dapat disimpulkan bahwa koreksi DPP PPN yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan dan tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Sebab, Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi Rp4.911.471 dapat dibenarkan.

Dalam putusan PK ini, setelah meneliti dan menguji kembali dalil–dalil yang diajukan dalam permohonan PK, Mahkamah Agung berpendapat bahwa koreksi sebesar Rp790.727.908 yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Mahkamah Agung menilai bahwa dalam sengketa ini, Termohon PK tidak melakukan pembelian sepeda motor baru kepada dealer dan tidak melakukan penjualan langsung kepada pembeli. Penentuan DPP PPN dengan berdasarkan nilai dari penjualan motor tidak dapat dibenarkan karena bukan objek PPN.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan ditolaknya permohonan PK, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.