Ilustrasi.
RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 atas biaya perawatan mesin, biaya perawatan pabrik, dan keperluan pabrik.
Otoritas pajak menilai terdapat objek PPh Pasal 23 berupa pembayaran biaya perlengkapan mesin, biaya perawatan pabrik, dan biaya keamanan pabrik. Atas pembayaran itu, wajib pajak dinilai belum melakukan pemotongan PPh Pasal 23 yang terutang. Selain itu, otoritas pajak menyatakan bahwa wajib pajak tidak memberikan dokumen sebagai bukti pengeluaran kas atas transaksi tersebut.
Sebaliknya, wajib pajak menyatakan bahwa biaya-biaya yang berhubungan dengan perawatan mesin, perawatan pabrik, dan biaya lainnya tidak termasuk dalam imbalan jasa kepada pihak lain, sehingga bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Lebih lanjut, wajib pajak menyatakan sudah memberikan data dan bukti pendukung pada saat pemeriksaan.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat, koreksi DPP PPh Pasal 23 atas biaya perawatan mesin, biaya perawatan pabrik, dan biaya keperluan pabrik yang dilakukan oleh otoritas pajak tidak tepat.
Terhadap permohonan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put-45982/PP/M.XV/12/2013 tanggal 28 Juni 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 9 Oktober 2013.
Pokok sengketa dalam perkara ini yaitu adanya koreksi positif DPP PPh Pasal 23 atas biaya perawatan mesin, perawatan pabrik, dan keperluan pabrik milik wajib pajak sebesar Rp1.920.458.794 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK tidak setuju dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak yang tidak mempertahankan koreksi DPP PPh Pasal 23 sebesar Rp1.920.458.794.
Dalam hal ini, Pemohon PK menerbitkan SKPKB PPh Pasal 23 Masa Pajak Januari-Desember 2009 yang menyebabkan masih adanya pajak yang belum dibayar oleh Termohon PK. Hal tersebut diketahui dari hasil ekualisasi SPT PPh Pasal 23 dengan biaya pada general ledger milik Termohon PK.
Dalam perkara ini, Pemohon PK menemukan adanya beberapa objek PPh Pasal 23 yang belum dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 23 milik Termohon PK. Objek PPh Pasal 23 yang dimaksud ialah berupa biaya perawatan mesin, perawatan pabrik, dan keperluan pabrik.
Selain itu, Pemohon PK menyatakan bahwa mulai dari proses pemeriksaan hingga proses persidangan, Termohon PK tidak menyertakan dokumen dan bukti eksternal berupa invoice yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian, ketika proses persidangan di tingkat banding, dokumen dan bukti tersebut juga tidak dilakukan penelitian oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Padahal, menurut ketentuan Pasal 26A ayat (4) UU KUP, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak disampaikan pada saat pemeriksaan tidak akan dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan. Namun, pengecualian berlaku untuk data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Pemohon PK berpendapat atas biaya-biaya yang berhubungan dengan perawatan mesin, perawatan pabrik, dan keperluan pabrik merupakan objek PPh Pasal 23. Dengan begitu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah benar dan perlu dipertahankan.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju atas pernyataan Pemohon PK. Termohon PK berpendapat bahwa biaya perawatan mesin, perawatan pabrik, dan keperluan pabrik bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Sebagai informasi, pembelian tersebut merupakan pembelian barang untuk perawatan mesin, perawatan pabrik, dan keperluan pabrik. Dengan kata lain, transaksi yang dilakukan Termohon PK bukanlah atas jasa.
Selain itu, Termohon PK berpendapat bahwa seluruh dokumen yang diminta oleh Pemohon PK dalam rangka pemeriksaan sudah ditunjukkan dan dipinjamkan. Hal itu dapat didukung dengan adanya bukti peminjaman dan pengembalian dokumen saat pemeriksaan. Dengan demikian, koreksi DPP PPh Pasal 23 yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak.
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. Put-45982/PP/M.XV/12/2013 yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat. Setidaknya, terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, alasan-alasan atas koreksi positif DPP PPh Pasal 23 sebesar Rp1.920.458.794 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.
Kedua, menurut Mahkamah Agung, bukti-bukti yang disampaikan oleh Termohon PK berupa catatan pengeluaran kas untuk biaya perawatan mesin, perawatan pabrik, dan keperluan pabrik lainnya telah diperiksa dengan benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Atas dasar itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.
Oleh karenanya, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (sap)