LELANG atas barang sitaan pajak atau lelang eksekusi pajak termasuk dalam salah satu rangkaian tindakan penagihan pajak. Lelang dilakukan apabila utang pajak dan/atau biaya penagihan pajak tidak kunjung dilunasi meski telah dilaksanakan penyitaan.
Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita baru dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah pengumuman lelang melalui media massa. Sementara itu, pengumuman lelang dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah penyitaan.
Pemberian jeda waktu sebelum pelaksanaan lelang ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi penanggung pajak melunasi utang pajak beserta biaya penagihan pajaknya. Apabila lelang selesai dilaksanakan maka pejabat lelang akan membuat risalah lelang. Lantas, itu risalah lelang?
Definisi
KETENTUAN yang secara umum mengatur mengenai lelang dan risalah lelang di antaranya adalah Undang-Undang Lelang serta Peraturan Menteri Keuangan No. 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (PMK 213/2020).
Berdasarkan Pasal 1 angka 32 PMK 213/2020, risalah lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang merupakan akta autentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.
Sementara itu, ketentuan lelang eksekusi pajak di antaranya tercantum dalam Undang-Undang No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP).
Merujuk Pasal 1 angka 19 UU PPSP, risalah lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh pejabat lelang atau kuasanya dalam bentuk yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan lelang.
Pejabat lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan lelang (Pasal 1 angka 44 PMK 213/2020). Pejabat lelang ini terdiri atas dua jenis, yaitu Pejabat Lelang Kelas I dan Pejabat Lelang Kelas II.
Pejabat Lelang Kelas I merupakan Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Keuangan yang diangkat sebagai pejabat lelang. Pejabat lelang jenis ini berwenang melaksanakan lelang untuk semua jenis lelang, termasuk lelang eksekusi pajak.
Sementara itu, Pejabat Lelang Kelas II merupakan orang perorangan yang berasal dari swasta/umum yang diangkat sebagai pejabat lelang oleh menteri keuangan.
Pejabat Lelang Kelas II ini memiliki wewenang pelaksanaan lelang yang lebih terbatas, yaitu hanya untuk melaksanakan lelang noneksekusi sukarela.
Berkaitan dengan risalah lelang, pejabat lelang harus membuat risalah lelang untuk setiap pelaksanaan lelang. Risalah lelang ini merupakan bukti otentik sebagai dasar pendaftaran dan pengalihan hak atas barang yang telah dilelang dari penanggung pajak kepada pembeli (Pasal 28 ayat (5) UU PPSP).
Selain syarat pengalihan hak, risalah lelang diberikan kepada pembeli sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap hak pembeli lelang.
Risalah lelang tersebut berfungsi sebagai akta jual beli yang merupakan bukti otentik sebagai dasar pendaftaran dan pengalihan hak (Penjelasan Pasal 28 ayat (5) UU PPSP).
Risalah lelang itu antara lain memuat keterangan tentang barang sitaan telah terjual (Penjelasan Pasal 28 ayat (5) UU PPSP). Secara lebih terperinci, risalah lelang terdiri atas 3 bagian, yaitu bagian kepala, bagian badan, dan bagian kaki.
Tiap-tiap bagian tersebut memuat informasi seputar pelaksanaan lelang, objek lelang, serta identitas pembeli (PMK 213/2020). (rig)