GLOBALISASI membuat arus barang dan jasa tidak lagi terbendung dalam cakupan negara, tetapi juga merambah lintas negara. Hal ini pun mendorong terjalinnya perjanjian perdagangan, baik secara bilateral maupun multilateral, salah satunya berupa free trade agreement (FTA).
FTA merupakan perjanjian formal antar dua negara atau lebih yang mengatur kerja sama perdagangan dan isu terkait dengan perdagangan lainnya. Elemen utama dalam FTA antara lain peningkatan akses pasar melalui pemberian tarif preferensi yang berbeda dengan tarif bea masuk umum.
Untuk memperoleh fasilitas tersebut terdapat ketentuan yang ditetapkan, salah satunya ialah ketentuan asal barang (rules of origin). Pada dasarnya, rules of origin merupakan kriteria untuk menentukan asal negara suatu barang. Simak Apa Itu Rules of Origin?
Rules of origin memegang peran penting dalam perdagangan internasional karena pemberian fasilitas tertentu tergantung pada asal impor suatu barang. Rules of origin ini diperlukan mengingat cara menentukan dari mana asal suatu barang kini tidak lagi mudah.
Terlebih, bahan mentah dan suku cadang makin berseliweran untuk digunakan sebagai input pada pabrik manufaktur yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Untuk itu, rules of origin menetapkan 3 kriteria yang digunakan untuk menentukan di mana barang dibuat.
Ketiga kriteria tersebut meliputi origin criteria, consignment criteria, dan procedural provisions. Lantas, apa itu origin criteria dalam rules of origin?
Merujuk laman DJBC FTA Knowledge Base, origin criteria (kriteria asal barang) adalah kriteria keasalan suatu barang yang telah disepakati oleh negara anggota sebagaimana diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional.
Berdasarkan pengertian tersebut, setiap perjanjian/kesepakatan internasional memiliki kriteria asal barangnya masing-masing. Dengan demikian, suatu barang akan diberlakukan sebagai barang impor asal suatu negara anggota sepanjang memenuhi kriteria asal barang yang ditetapkan.
Umumnya, kriteria asal barang terdiri atas 2 kelompok kriteria, yaitu: (i) wholly obtained/produced; atau (ii) not wholly obtained/produced. Wholly obtained berarti barang yang secara keseluruhan diperoleh atau diproduksi di 1 negara anggota.
Sementara itu, not wholly obtained berarti barang yang tidak secara keseluruhan diperoleh atau di produksi di 1 negara anggota. Umumnya, kriteria not wholly obtained meliputi:
Untuk diperhatikan, bahan originating adalah barang yang memenuhi ketentuan asal barang sesuai dengan suatu ketentuan atau perjanjian internasional.
Sementara itu, bahan non-originating adalah bahan yang berasal dari luar negara anggota atau bahan yang tidak memenuhi ketentuan asal barang sesuai dengan suatu ketentuan atau perjanjian internasional
Setiap perjanjian/kesepakatan internasional telah memerinci kriteria-kriteria yang membuat suatu barang dikategorikan sebagai wholly obtained atau not wholly obtained dan berhak menerima fasilitas tertentu, seperti tarif preferensi.
Terdapat 3 kriteria yang digunakan dalam rules of origin salah satunya origin criteria (kriteria asal barang). Sesuai dengan namanya, kriteria asal barang merupakan kriteria yang digunakan untuk menentukan asal suatu barang.
Awalnya, origin criteria hanya meliputi wholly obtained yang berarti barang seluruhnya diperoleh, diproduksi, atau dibuat hanya di satu negara anggota pengekspor. Namun, origin criteria telah berkembang menjadi beberapa origin criteria lain, seperti PE, RVC, CTC, dan PSR.
Berbeda dengan wholly obtained, PE, RVC, CTC, dan PSR tak mensyaratkan barang harus seluruhnya diperoleh, diproduksi, atau dibuat di satu negara anggota, tetapi dapat melibatkan beberapa negara (not wholly obtained). (rig)