KAMUS PAJAK

Lagi Ramai soal Marketplace Jadi Pemungut Pajak, Apa Itu PPh Pasal 22?

Nora Galuh Candra Asmarani
Selasa, 01 Juli 2025 | 17.00 WIB
Lagi Ramai soal Marketplace Jadi Pemungut Pajak, Apa Itu PPh Pasal 22?

PUBLIK tengah ramai memperbincangkan rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant.

Merespons santernya pembahasan tersebut, Ditjen Pajak (DJP) pun menerbitkan keterangan tertulis No. KT-14/2025 pada 25 Juni 2025. Simak Keterangan Resmi DJP terkait Marketplace Bakal Jadi Pemungut PPh 22

Secara garis besar, terdapat 6 poin yang disampaikan oleh DJP dalam keterangan resminya. Salah satu poin yang disampaikan adalah pemerintah akan menunjuk marketplace untuk memungut PPh Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh pedagang online.

Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kemudahan dan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha online dan offline. Selain itu, DJP menegaskan ketentuan tersebut bukanlah pengenaan pajak baru melainkan pergeseran dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang menjadi pemungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace.

Melalui keterangan resminya, DJP juga menegaskan UMKM orang pribadi dengan omzet di bawah Rp500 juta tetap tidak dipungut pajak. Adapun peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 kini masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah. Lantas, apa itu PPh Pasal 22?

Definisi Penghasilan

UU PPh yang berlaku di Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas. Artinya, PPh dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari manapun asalnya, yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut.

Pengertian penghasilan dalam UU PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Adapun  penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:

  1. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, dan penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
  2. penghasilan dari usaha dan kegiatan;
  3. penghasilan dari modal, yang berupa harta bergerak ataupun harta tak bergerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan
  4. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

Ringkasnya, PPh tidak hanya menyasar penghasilan dari pekerjaan saja. Lebih luas dari itu, PPh menyasar penghasilan dari berbagai sumber termasuk dari usaha. Beragamnya jenis penghasilan yang dikenakan PPh membuat ada berbagai jenis PPh yang berlaku di Indonesia.

Misal, PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24, PPh Pasal 25, dan PPh Pasal 29. Penyebutan tersebut pada dasarnya mengacu pada nomor pasal yang ada dalam UU PPh. Melalui pasal-pasal tersebut, pemerintah mengatur ketentuan pengenaan PPh atas setiap jenis penghasilan.

Pengertian PPh Pasal 22

Pada hakikatnya, PPh Pasal 22 adalah pengenaan PPh sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU PPh. Merujuk Pasal 22 UU PPh, menteri keuangan diberikan wewenang untuk menetapkan atau menunjuk bendahara pemerintah, badan-badan tertentu, serta wajib pajak badan tertentu sebagai pemungut pajak.

Secara lebih terperinci, berdasarkan Pasal 22 UU PPh, pihak yang dapat ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah:

  1. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang. Bendahara pemerintah yang dimaksud termasuk bendahara pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga‐lembaga negara lainnya. Bendahara dalam konteks ini termasuk juga pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama;
  2. Badan‐badan tertentu untuk memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Badan tertentu ini baik badan pemerintah maupun swasta, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain otomotif dan semen; dan
  3. Wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan pajak oleh wajib pajak badan tertentu ini akan dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi kriteria tertentu sebagai barang yang tergolong sangat mewah. Misal, kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah.

Merujuk penjelasan Pasal 22 ayat (1) UU PPh, menteri keuangan harus mempertimbangkan sejumlah hal dalam penunjukan pihak-pihak sebagai pemungut PPh Pasal 22. Pertimbangan tersebut antara lain:

  1. penunjukan pemungut pajak secara selektif, demi pelaksanaan pemungutan pajak secara efektif dan efisien;
  2. tidak mengganggu kelancaran lalu lintas barang; dan
  3. prosedur pemungutan yang sederhana sehingga mudah dilaksanakan.

Penjelasan Pasal 22 ayat (1) UU PPh juga menegaskan pemungutan PPh Pasal 22 dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak.

Selain itu, PPh Pasal 22 juga ditujukan untuk kesederhanaan, kemudahan, dan pengenaan pajak yang tepat waktu. Sehubungan dengan hal tersebut, pemungutan PPh Pasal 22 dapat bersifat final.

Lebih lanjut, Pasal 22 ayat (2) UU PPh menyatakan ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan PPh Pasal 22 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Berikut sejumlah PMK terkait dengan PPh Pasal 22:

  1. PMK 81/2024 yang di antaranya mengatur ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Rangkuman ketentuan PPh Pasal 22 tersebut dapat disimak dalam infografis berikut;
  2. PMK 253/2008 s.t.d.t.d PMK 92/2019 yang mengatur pihak yang ditunjuk sebagai pemungut dan ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 terhadap pembeli barang yang tergolong sangat mewah. Simak Pembeli Barang Sangat Mewah Bisa Kena PPh Pasal 22, Begini Aturannya;
  3. PMK 58/2022 yang di antaranya mengatur tentang penunjukan pihak lain (marketplace pengadaan atau ritel daring pengadaan) sebagai pemungut pajak (termasuk PPh Pasal 22) atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui sistem informasi pengadaan pemerintah;
  4. PMK 48/2023 yang di antaranya mengatur PPh Pasal 22 atas penjualan emas perhiasan dan/atau emas Batangan; dan
  5. PMK 81/2024 yang juga mengatur PPh Pasal 22 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penjual aset kripto sehubungan dengan transaksi aset kripto.

Simpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan, PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

PPh Pasal 22 ini lekat dengan transaksi pembelian atau penjualan. Selain itu, tidak sembarang pihak bisa memungut PPh Pasal 22. Sebab, pemungut PPh Pasal 22 merupakan pihak-pihak tertentu yang telah ditetapkan menteri keuangan.

Pihak yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 itu mulai dari instansi pemerintah, badan-badan tertentu, wajib pajak tertentu, serta pihak lain yang ditunjuk. Rangkuman pembahasan mengenai PPh Pasal 22 juga dapat disimak melalui buku terbitan DDTC bertajuk DDTC Tax Manual 2024: Menelusuri Dinamika Peraturan Perpajakan. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.