Ilustrasi.
BANYAK yang bilang kalau kemajuan sistem teknologi dan informasi memberikan kemudahan absolut bagi kehidupan manusia. Semuanya jadi lebih gampang dilakukan, lebih efisien. Di bidang perpajakan, opini itu semestinya juga berlaku.
Teknologi yang berkembang bisa menjadi alat bagi otoritas pajak untuk mengoptimalkan penerimaan. Misalnya, kecanggihan perangkat yang dimiliki pemerintah menjadi senjata untuk meningkatkan pengawasan wajib pajak. Pada akhirnya, kepatuhan meningkat dan penerimaan meroket.
Tapi ternyata tidak sesederhana itu.
Dalam buku Science, Technology, and Taxation, Bahl dan Bird (2008) menulis bahwa teknologi bukan obat mujarab untuk menyelesaikan berbagai masalah perpajakan di dunia. Ya, teknologi bukan jawaban tunggal. Namun, teknologi dinilai bisa menjadi katalisator dalam mengoptimalkan pemungutan pajak dan pemberian pelayanan bagi wajib pajak.
Teknologi tak berjalan sendirian dalam proses perbaikan administrasi pajak. Buku yang disunting oleh Robert F van Brederode ini mencatatkan bahwa rancangan rezim perpajakan yang efektif di negara berkembang tidak hanya bisa diatasi dengan pemanfaatan teknologi. Lebih dari itu, perlu ada perubahan substansial di level kelembagaan tinggi dan politik negara. Bahasa masa kininya, butuh political will yang kuat.
Buku ini menyimpulkan bahwa kemajuan teknologi menjadi modal kuat untuk mengubah perekonomian sebuah negara. Salah satunya dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dalam memungut pajak.
Teknologi bisa menjadi alat tambahan bagi otoritas pajak untuk melakukan pengawasan terhadap wajib pajak. Namun, potensi manfaat tersebut akan sebanding dengan biaya yang dibutuhkan. Pemerintah negara berkembang perlu mengantisipasi tingginya biaya tinggi yang diperlukan untuk melibatkan teknologi dalam pemungutan pajak.
"Yang paling penting, negara-negara berkembang memerlukan bantuan politik, administratif, dan perlindungan hukum untuk melindungi privasi individu serta melindungi wajib pajak dari penyalahgunaan informasi yang dikumpulkan untuk tujuan perpajakan," tulis Brederode dalam bukunya.
Dalam buku yang sama, Slemrod dan Yitzhaki (1987) mengungkapkan pemanfaatan teknologi, khususnya di negara berkembang, semestinya berfokus pada penegakan hukum, pemrosesan data, serta yang tidak kalah penting adalah pelayanan wajib pajak.
Slemrod (1990) menilai reformasi pajak semestinya tidak semata-mata memasukkan teknologi dalam administrasi pajak tetapi juga menggunakan teknologi sebagai strategi dalam mengubah lingkungan ekonomi masyarakat.
Negara-negara berkembang dinilai punya pekerjaan rumah yang besar terkait dengan pemanfaatan teknologi dalam administrasi pajaknya. Selama 4 dekade terakhir, negara berkembang masih susah payah dalam mengumpulkan pajaknya yang tecermin pada rendahnya tax ratio. Kepatuhan pajak pun dinilai belum baik.
Konsep tentang pemanfaatan teknologi dalam sistem pajak juga tengah berlangsung di Indonesia. Pemerintah tengah bersiap menggulirkan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau coretax administration system (CTAS).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan CTAS menjadi bagian dari reformasi perpajakan. Political will untuk memperbaikan sistem perpajakan di Tanah Air itu dituangkan dalam perbaikan menyeluruh pada aspek teknologi. Sejalan dengan perbaikan administrasi pajak melalui implementasi CTAS, pelayanan dan kepastian dalam perpajakan juga akan meningkat.
"Di sisi investasi sistem, Kementerian Keuangan terus memperbaiki dan membangun coretax system. Diharapkan akan jadi motor perubahan dari sisi pelayanan dan kepastian aspek perpajakan," katanya dalam rapat paripurna DPR, awal pekan ini.
Sri Mulyani menuturkan pemerintah akan melanjutkan reformasi perpajakan, termasuk dari aspek teknologi, untuk membuat proses bisnis di bidang pajak lebih efektif dan efisien. Selain itu, perbaikan juga menyentuh hal lainnya seperti regulasi dan sumber daya manusia.
Melalui coretax system, ada 21 proses bisnis perpajakan yang akan diperbaiki. Sebanyak 6 proses bisnis yang berubah dengan implementasi coretax administration system akan terkait langsung dengan wajib pajak.
Keenam proses bisnis yang dimaksud adalah pendaftaran (registrasi), pembayaran, pelaporan (pengelolaan Surat Pemberitahuan), layanan wajib pajak, taxpayer account management (TAM), serta knowledge management system. (sap)