REKONSILIASI FISKAL (20)

Koreksi Fiskal atas Pembentukan atau Pemungutan Dana Cadangan

Awwaliatul Mukarromah | Senin, 15 Juni 2020 | 11:52 WIB
Koreksi Fiskal atas Pembentukan atau Pemungutan Dana Cadangan

PEMBENTUKAN atau pemupukan dana cadangan pada dasarnya tidak boleh menjadi biaya pengurang dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT). Hal ini sebagaimana di atur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

Kendati demikian, terdapat pengecualian untuk pembentukan atau pemupukan dana cadangan tertentu yang boleh menjadi biaya secara fiskal. Pengecualian itu meliputi:

  1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
  2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
  3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS);
  4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
  5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
  6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri,

yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Baca Juga:
Sambut Hari Kartini, DDTC Hadirkan Diskon untuk Perempuan Indonesia

Adapun aturan lebih lanjut terkait pembentukan atau pemupukan dana cadangan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 81/PMK.03/2009 tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurangkan sebagai Biaya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 219/PMK.011/2012 (PMK 219/2012).

Dalam Pasal 1 PMK 219/2012, terdapat 6 jenis cadangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya, yaitu cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; cadangan untuk usaha asuransi; cadangan penjaminan untuk LPS; cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri. Berikut penjelasan selengkapnya.

Cadangan Piutang Tak Tertagih untuk Usaha Bank dan Badan Usaha Lain yang Menyalurkan Kredit, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Perusahaan Pembiayaan Konsumen, dan Perusahaan Anjak Piutang
Sesuai Pasal 2 dan Pasal 3 PMK 219/2012, besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank umum dan bank syariah ditetapkan sebagai berikut:

Baca Juga:
Ada Piutang Pajak Rp 346 Triliun, Otoritas ini Gencarkan Penagihan
  1. 1% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak termasuk sertifikat/sertifikat wadiah Bank Indonesia, surat utang negara dan surat berharga yang diterbitkan Pemerintah berdasarkan prinsip syariah;
  2. 5% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
  3. 15% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
  4. 50% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
  5. 100% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Selanjutnya, besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid dan 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank umum dan bank syariah.

Sesuai Pasal 4 s.d. Pasal 6 PMK 219/2012, besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank perkreditan rakyat konvensional, bank perkreditan rakyat syariah, dan koperasi simpan pinjam ditetapkan sebagai berikut:

  1. 0,5% dari piutang dengan kualitas lancar tidak termasuk sertifikat/sertifikat wadiah Bank Indonesia;
  2. 10% dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
  3. 50% dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
  4. 100% dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Selanjutnya, besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid dan 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh bank perkreditan rakyat konvensional, bank perkreditan rakyat syariah, dan koperasi simpan pinjam.

Baca Juga:
Hanya 5 Hari! Diskon 40% untuk Buku Pajak dan Langganan Premium

Sesuai Pasal 7 PMK 219/2012, besarnya cadangan piutang tak tertagih PT Permodalan Nasional Madani (Persero) ditetapkan sebagai berikut:

  1. 2,5% dari piutang yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
  2. 5% dari piutang yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
  3. 50% dari piutang yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
  4. 100% dari piutang yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Selanjutnya, besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid dan 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh PT Permodalan Nasional Madani (Persero).

Sesuai Pasal 7A dan Pasal 7B PMK 219/2012, besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan perusahaan pembiayaan infrastruktur adalah:

Baca Juga:
Memahami Jenis Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
  1. 1% dari piutang dengan kualitas lancar;
  2. 5% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
  3. 15% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
  4. 50% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
  5. 100% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Selanjutnya, besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid dan 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.

Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan perusahaan pembiayaan infrastruktur.

Sesuai Pasal 7C PMK 219/2012, besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk PT Perusahaan Pengelola Aset adalah:

Baca Juga:
Hak dan Kewajiban Perawat dalam Lingkup Pajak, Ini Panduan Profesinya
  1. 15% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
  2. 50% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
  3. 100% dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.

Selanjutnya, besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah 100% dari nilai agunan yang bersifat likuid dan 75% dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai. Jumlah piutang yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk dana cadangan adalah pokok pinjaman yang diberikan PT Perusahaan Pengelola Aset.

Sesuai Pasal 8 s.d. Pasal 10 PMK 219/2012, cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen dan perusahaan anjak piutang masing-masing ditetapkan paling tinggi sebesar 2,5%, 5% dan 5% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang.

Kerugian sebenarnya yang disebabkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih. Selanjutnya, apabila jumlah cadangan piutang tak tertagih seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.

Baca Juga:
Bunga Tabungan-Deposito Kena Pajak, Kecuali Saldo di Bawah Rp 7,5 Juta

Demikian sebaliknya, apabila jumlah cadangan piutang tak tertagih dipakai untuk menutup kerugian tapi tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai kerugian.

Pasal 11 PMK 219/2012 menegaskan bahwa dalam hal wajib pajak secara bersamaan melakukan kegiatan usaha sewa guna usaha dengan hak opsi, pembiayaan konsumen, dan/atau anjak piutang, besarnya cadangan piutang tak tertagih yang dapat dibiayakan dihitung berdasarkan besarnya piutang untuk masing-masing usaha.

Cadangan untuk Usaha Asuransi
Cadangan untuk usaha asuransi dalam PMK 219/2012 dibagi menjadi tiga, yaitu cadangan premi tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian, cadangan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian, dan cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa.

Baca Juga:
Batam Tagih Tunggakan PBB Atas Aset Pemerintah, Potensinya Rp40 Miliar

Sesuai Pasal 12 PMK 219/2012, besarnya cadangan premi tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian adalah sebesar 40% dari jumlah premi tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Cadangan premi tanggungan sendiri merupakan premi yang sudah diterima atau diperoleh akan tetapi belum merupakan penghasilan pada tahun pajak yang bersangkutan, yang nantinya akan menjadi penghasilan pada tahun pajak berikutnya.

Sesuai Pasal 13 PMK 219/2012, besarnya cadangan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kerugian adalah sebesar 100% dari jumlah klaim yang sudah disepakati tetapi belum dibayar dan klaim yang sudah dilaporkan dan sedang dalam proses, tetapi tidak termasuk klaim yang belum dilaporkan, yang dibentuk pada akhir tahun pajak.

Baca Juga:
Simak! Aturan Baru Penghapusan Piutang Bidang Kepabeanan-Cukai Berlaku

Nantinya, jumlah klaim yang sebenarnya dibayar oleh perusahaan asuransi kerugian dibebankan kepada perkiraan cadangan klaim tanggungan sendiri. Apabila jumlah cadangan klaim tanggungan sendiri seluruhnya atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.

Demikian sebaliknya, apabila jumlah klaim tanggungan sendiri dipakai untuk menutup kerugian namun tidak mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut boleh dibebankan sebagai biaya.

Selanjutnya, dalam Pasal 14 PMK 219/2012, besarnya cadangan premi untuk perusahaan asuransi jiwa ditentukan sesuai dengan penghitungan aktuaria yang telah mendapat pengesahan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.

Baca Juga:
Dapatkan Peraturan Pajak Terbaru via WhatsApp dan Email, Cek Caranya

Kenaikan jumlah saldo akhir dibanding dengan saldo awal tahun dari cadangan premi tersebut merupakan biaya dalam tahun yang bersangkutan. Apabila terjadi pembayaran klaim kepada tertanggung, jumlah pembayaran klaim tersebut dibebankan kepada perkiraan cadangan premi.

Cadangan Penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan
Sesuai Pasal 15 PMK 219/2012, besarnya cadangan penjaminan untuk LPS adalah 80% dari surplus yang diperoleh LPS dari kegiatan operasional selama satu tahun yang diakumulasikan sesuai peraturan perundang-undangan mengenai LPS.

Cadangan Biaya Reklamasi untuk Usaha Pertambangan
Sesuai Pasal 16 ayat (1) s.d. ayat (3) PMK 219/2012, besarnya cadangan biaya reklamasi untuk perusahaan yang melakukan usaha pertambangan adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya reklamasi, yang dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan energi dan sumber daya mineral.

Baca Juga:
Tidak Semua Rumah Bebas PPN! Cek Syarat & Ketentuannya di Sini

Apabila setelah berakhirnya masa kontrak atau selesainya penambangan terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya reklamasi dan jumlah biaya reklamasi yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.

Cadangan Biaya Penanaman Kembali untuk Usaha Kehutanan
Sesuai Pasal 17 ayat (1) s.d. ayat (3) PMK 219/2012, besarnya cadangan biaya penanaman kembali untuk perusahaan yang melakukan usaha kehutanan adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penanaman kembali, yang dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan.

Apabila setelah berakhirnya masa kontrak terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penanaman kembali dengan jumlah biaya penanaman kembali yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.

Baca Juga:
Bantu Bongkar Pelanggaran Bea Cukai, Anda Bisa Dapat Reward Uang

Cadangan Biaya Penutupan dan Pemeliharaan Tempat Pembuangan Limbah Industri untuk Usaha Pengolahan Limbah Industri
Sesuai Pasal 18 ayat (1) s.d. ayat (3) PMK 219/2012, besarnya cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri adalah yang sebenarnya dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah, yang dihitung sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.

Apabila setelah berakhirnya masa kontrak terdapat selisih antara jumlah cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah dengan jumlah biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah yang sebenarnya dikeluarkan, selisih tersebut merupakan penghasilan atau kerugian pada tahun yang bersangkutan.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 19 April 2024 | 07:30 WIB LITERATUR PAJAK

Sambut Hari Kartini, DDTC Hadirkan Diskon untuk Perempuan Indonesia

Rabu, 03 April 2024 | 08:00 WIB LITERATUR PAJAK

Hanya 5 Hari! Diskon 40% untuk Buku Pajak dan Langganan Premium

Selasa, 02 April 2024 | 10:15 WIB KELAS PPH PASAL 21 (3)

Memahami Jenis Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 07:30 WIB LITERATUR PAJAK

Sambut Hari Kartini, DDTC Hadirkan Diskon untuk Perempuan Indonesia

Kamis, 18 April 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Antisipasi Dampak Iran-Israel, Airlangga: Masih Tunggu Perkembangan

Kamis, 18 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Lapor SPT Tahunan? DJP: Tenang, Masih Bisa Pembetulan

Kamis, 18 April 2024 | 16:50 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Input Kode Akun Pajak dan Sudah Pembayaran, Ini Saran DJP

Kamis, 18 April 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ada Transaksi Afiliasi, SPT Tahunan Wajib Dilampiri Ikhtisar TP Doc

Kamis, 18 April 2024 | 15:37 WIB PENERIMAAN PAJAK

Pemerintah Bidik Tax Ratio 11,2-12 Persen pada 2025

Kamis, 18 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesehatan APBN, Bagaimana Cara Optimalkan Penerimaan Negara?

Kamis, 18 April 2024 | 15:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Buat Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif

Kamis, 18 April 2024 | 14:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Susun RKP, Ekonomi Ditarget Tumbuh 5,3 - 5,6 Persen pada Tahun Depan

Kamis, 18 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PERINDUSTRIAN

Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Timur Tengah Terhadap Industri