BEA MASUK IMPOR

Klarifikasi Kedutaan AS: Indonesia Masih Memperoleh Fasilitas GSP

Dian Kurniati | Selasa, 25 Februari 2020 | 10:44 WIB
Klarifikasi Kedutaan AS: Indonesia Masih Memperoleh Fasilitas GSP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews—Kedutaan Besar AS memastikan Indonesia tetap mendapatkan fasilitas insentif tarif preferensial umum (Generalized System of Preference/GSP), meski tidak lagi tercatat sebagai negara berkembang.

Klarifikasi dari Kedutaan Besar AS itu disampaikan oleh Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso. Sebelumnya, status Indonesia yang bukan lagi negara berkembang membuat fasilitas GSP Indonesia dari AS tidak berlaku, gencar diberitakan.

"Kebijakan [Indonesia keluar dari daftar negara berkembang] itu hanya berdampak pada US countervailing duty investigations, bukan pada program GSP," kata Susi dalam penjelasan tertulis, Selasa (25/2/2020).

Baca Juga:
Dirjen Anggaran Sebut Surplus APBN 2024 Tak Bakal Setinggi Tahun Lalu

GSP merupakan insentif berupa keringanan bea masuk impor dari AS. Sedikitnya ada 15 kriteria yang masuk daftar negara penerima fasilitas GSP. Umumnya, fasilitas ini diberikan untuk negara berkembang dan negara terbelakang.

Perihal dampak Indonesia keluar dari daftar negara berkembang, lanjut Susiwijono, akan dijelaskan lebih detail oleh Kementerian Perdagangan. Namun yang pasti, ia menegaskan bahwa Indonesia masih mendapatkan fasilitas GSP dari AS.

Lebih lanjut, Susiwijono menjelaskan dasar kebijakan Kantor Perwakilan Perdagangan AS (US Trade Representative/USTR) tersebut lantaran Indonesia telah menjadi anggota negara dengan ekonomi terbesar seperti G-20.

Baca Juga:
Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Sejalan dengan itu, USTR juga merevisi metodologi dalam mengklasifikasi negara dengan ekonomi berkembang, dari sebelumnya mengacu pada panduan 1998. Alhasil, tak hanya Indonesia saja terpengaruh dari kebijakan USTR tersebut.

Negara lainnya yang ikut terkena dampak investigasi counter vailing duty (CVD) atau bea antidumping dari AS antara lain Albania, Argentina, Armenia, Brazil, Bulgaria, China, Kolombia, Kosta Rika, Georgia, dan Hongkong.

Ada pula India, Kazakhstan, Republik Kyrgyzstan, Malaysia, Moldova, Montenegro, Makedonia Utara, Rumania, Singapura, Afrika Selatan, Korea Selatan, Thailand, Ukraina, dan Vietnam. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Jumat, 26 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN KEPABEAN

Impor Barang Kiriman? Laporkan Data dengan Benar agar Tak Kena Denda

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara