Industri migas. (foto: Pertamina EP)
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan menyatakan pemerintah terus menggodok rencana revisi terhadap 2 beleid yang mengatur tentang aspek perpajakan industri hulu migas. Keduanya adalah PP 27/2017 mengenai biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan PPh di bidang usaha hulu migas, serta PP 53/2017 soal perlakukan perpajakan pada kegiatan usaha hulu migas dengan kontrak gross split.
Direktur PNBP SDA dan KND DJA Kemenkeu Rahayu Puspasari mengatakan rencana revisi kedua PP itu dilakukan untuk memperbaiki iklim investasi di sektor hulu migas. Menurutnya, beberapa perubahan pada PP bakal membuat investasi pada usaha hulu migas makin efisien.
"Tentunya apabila nanti diperbarui, kita harapkan akan lebih memberikan ruang bagi para pengusahanya untuk bisa lebih meningkatkan daya saing, meningkatkan efisiensinya, dan berbagai hal yang mungkin bisa diarahkan kepada insentif yang lebih memudahkan mereka," katanya, dikutip pada Rabu (22/3/2023).
Puspa mengatakan pemerintah ingin merevisi PP 27/2017 dan PP 53/2017 agar lebih banyak investasi masuk di sektor hulu migas. Saat ini, pembahasan soal revisi kedua PP tersebut juga terus berjalan dengan melibatkan beberapa kementerian/lembaga.
PP 27/2017 diterbitkan sebagai perubahan pertama atas PP 79/2010. Pokok materi muatan dalam rencana revisi PP tersebut di antaranya soal definisi kontraktor yang menjadi kewenangan dari Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).
Kemudian, revisi akan mengatur kriteria pemberian fasilitas perpajakan pada masa eksploitasi; monitoring dan evaluasi atas pemberian fasilitas perpajakan yang diberikan pada masa eksploitasi; serta kewenangan penetapan domestic market obligation (DMO) price hingga 10% Indonesian Crude Price (ICP) bagi kontraktor eksisting kepada menteri ESDM tanpa persetujuan menteri keuangan.
Selain itu, pokok materi muatan lainnya dalam revisi PP yakni soal pemberian kesempatan bagi kontraktor kontrak kerja sama yang di dalam kontrak eksisting menggunakan prinsip assume and discharge menjadi fasilitas pembebasan pajak tidak langsung dengan menggunakan kriteria tertentu.
Sementara itu, dari PP 53/2017 akan mengatur tentang definisi kontraktor yang menjadi kewenangan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA); kriteria pemberian fasilitas perpajakan sejak produksi komersial hingga kontrak berakhir; pemberian fasilitas PPN, PBB tubuh bumi, dan pajak dalam rangka impor (PDRI); serta monitoring dan evaluasi atas pemberian fasilitas perpajakan.
"Ini masih dalam pembahasan yang kita menunggu ini selesai dan dalam proses penyusunan peraturan nanti akan ada uji publik. Kita pastikan revisi kedua PP ini memberi manfaat bagi kedua pihak, baik investor maupun negara," ujar Puspa. (sap)