UJI MATERIIL

Dinilai Diskriminatif, GIPI Ajukan Judicial Review atas Pajak Hiburan

Muhamad Wildan | Kamis, 29 Februari 2024 | 17:45 WIB
Dinilai Diskriminatif, GIPI Ajukan Judicial Review atas Pajak Hiburan

Gedung Mahkamah Konstitusi. (foto: Antara)

JAKARTA, DDTCNews - Pelaku usaha pariwisata yang tergabung dalam Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) bersama beberapa badan hukum mengajukan permohonan uji materiil terhadap UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

Menurut para pemohon, tarif PBJT sebesar 40% - 75% atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dalam Pasal 58 ayat (2) UU HKPD bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2), Pasal 28H ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945.

"Adanya perlakuan yang berbeda secara khusus dan karena itu bersifat diskriminatif terhadap 5 jenis hiburan tertentu dan karena itu merugikan secara materiil dan merugikan secara kepentingan konstitusional dari para pemohon," kata kuasa hukum pemohon, Muhammad Joni, Kamis (29/2/2024).

Baca Juga:
Begini Penghitungan Angsuran PPh 25 Jika SPT Tahunan Telat Disampaikan

Menurut pemohon, diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa adalah jenis usaha yang bersifat umum dan tidak identik dengan kemewahan sebagaimana yang seringkali disampaikan oleh pemerintah.

Dalam petitumnya, para pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyatakan Pasal 58 ayat (2) UU HKPD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Dengan demikian, jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dikenai PBJT dengan tarif maksimal 10% seperti sektor hiburan pada umumnya.

Baca Juga:
Pemprov DKI Nonaktifkan NIK, Apa Dampaknya ke Administrasi Pajak?

Dalam persidangan, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta pemohon untuk menjabarkan kualifikasi dari para direktur utama yang mewakili badan hukum dalam permohonan pengujian materiil.

"Apakah direktur utamanya saja yang berhak mewakili ataukah kemudian memang perlu dengan unsur yang lain. Itu ada dalam AD/ART-nya ditambahkan dan sertakan bukti-buktinya. Jangan sampai nanti ada yang mengatakan, lho, ini bukan yang berhak mewakili badan hukum tersebut," tutur Enny.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur meminta pemohon untuk menguraikan secara jelas mengenai pertentangan Pasal 58 ayat (2) UU HKPD dengan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang menjadi dasar pengujian.

Baca Juga:
Ajukan Izin Kuasa Hukum Pajak secara Online, 6 Hal Ini Perlu Dicermati

Tak hanya itu, sambungnya, pemohon juga perlu membandingkan tarif pajak yang dibebankan kepada setiap jenis jasa hiburan pada saat sebelum dan setelah berlakunya UU HKPD.

"Saudara bikin itu secara runtut dan detail. Kemudian juga perlu menguraikan argumentasi alasan secara sistematis dan juga tentunya runtut atas pertentangan norma yang dimohonkan untuk diuji dengan batu uji," ujar Ridwan. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN