Presiden Amerika Serikat terpilih Joe Biden. (Foto: CBS/Getty Images/theverge.com)
WASHINGTON D.C., DDTCNews - Survei yang digelar CNBC menunjukkan orang-orang kaya di AS sedang bersiap diri menghadapi kenaikan tarif pajak yang akan diterapkan oleh presiden terpilih Joe Biden.
Sebanyak 66% dari 750 orang kaya dengan aset sebesar lebih dari US$1 juta yang disurvei CNBC berpandangan tarif pajak akan meningkat ketika Biden menjabat sebagai Presiden AS.
"Saya kira orang kaya pasti memperhatikan besarnya stimulus ekonomi selama pandemi Covid-19. Bagaimanapun, stimulus akan dikompensasi dengan kenaikan beban pajak pada beberapa tahun ke depan," ujar CEO Spectrem Group George Walper, dikutip Selasa (22/12/2020).
Akibat pandemi Covid-19, belanja negara dan defisit anggaran AS meningkat amat drastis sehingga kebijakan perpajakan akan dikeluarkan untuk merespons peningkatan defisit tersebut.
Walper mengatakan bila tarif pajak penghasilan (PPh) yang dikenakan oleh pemerintah federal tidak meningkat, ada kemungkinan peningkatan tarif pajak oleh pemerintah negara bagian atau pemerintah kota untuk mengompensasi stimulus yang dikeluarkan pemerintah daerah.
Secara umum, hasil survei CNBC itu menunjukkan 50% dari orang-orang kaya menilai nominal pajak yang dipungut oleh negara sudah adil dan proporsional. Meski demikian, terdapat 43% orang kaya merasa jumlah pajak yang dipungut oleh negara sudah terlalu banyak.
Seperti diketahui, Biden berencana meningkatkan tarif pajak atas lapisan penghasilan di atas US$400.000 atau Rp5,68 miliar per tahun. Penghasilan pada lapisan di atas US$400.000 akan dikenai tarif sebesar 39.6%, lebih tinggi dari tarif yang saat ini berlaku 37%
Menurut 52% orang-orang kaya yang disurvei, rencana peningkatan tarif pajak atas lapisan penghasilan di atas US$400.000 sudah cukup adil. Hanya 22% orang kaya yang berpandangan batasan US$400.000 itu terlalu tinggi, 26% sisanya mengatakan batasan tersebut masih terlalu rendah.
Meski terdapat rencana peningkatan tarif pajak, kebijakan yang diusung Biden selama kampanye belum tentu berjalan mulus mengingat kursi Senat yang masih dikuasai oleh Partai Republik. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.