JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak Kementerian Keuangan memastikan telah memberikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada Google dan meminta klarifikasi atas hasil temuan pajaknya.
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi memastikan pemberian SPHP ini merupakan tahap lanjutan dari pemeriksaan pajak terhadap perusahaan teknologi informasi asal Amerika Serikat tersebut.
"Google sudah diberikan SPHP, tapi hasilnya tanyakan saja kepada tim pemeriksa, itu tidak boleh dikeluarkan," ujarnya di Jakarta, Senin (20/2).
Selanjutnya Google perlu menjawab hasil temuan pemeriksaan itu apakah sudah betul ataupun belum. Namun sayangnya ia enggan memberikan informasi mengenai nilai yang tercantum dalam SPHP tersebut.
“Konsekuensinya dijawab wajib pajak benar apa enggak temuan pemeriksa, betul atau enggak itu," tutur Ken.
Ia menjelaskan SPHP itu berisi tentang temuan koreksi nilai pajak yang diperoleh Ditjen Pajak, yanga akan diklarifikasi langsung oleh Google, sehingga Ditjen Pajak masih perlu menunggu untuk yang kesekian kalinya seiring mendapatkan hasil klarifikasi Google.
"Jadi SPHP itu begini, kalau saya temukan koreksi misalnya 10, lalu diklarifikasi dan dijawab hanya 7. Tapi saya belum tahu nilainya, karena itu yang mengurus adalah tim pemeriksa," tegasnya.
Terkait keengganan Google untuk ditetapkan sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) karena tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan di OECD, Ken menegaskan pungutan pajak di Indonesia telah sesuai dengan hukum pajak yang berlaku.
"Indonesia bukan anggota OECD, kita tidak tunduk pada OECD. UU kita sudah yang paling benar," katanya.
Menurut catatan DJP, Google di Indonesia telah terdaftar sebagai badan hukum dalam negeri di KPP Tanah Abang III dengan status sebagai PMA sejak 15 September 2011 dan merupakan dependent agent dari Google Asia Pacific Pte Ltd. di Singapura.
Dengan demikian, menurut Pasal 2 Ayat (5) Huruf N Undang-Undang Pajak Penghasilan, Google seharusnya berstatus sebagai BUT sehingga setiap pendapatan maupun penerimaan yang bersumber dari Indonesia dikenai pajak penghasilan.
Namun, Google menolak adanya pemeriksaan pajak lebih lanjut dari otoritas pajak Indonesia dan tidak mau adanya penetapan status sebagai BUT, padahal pendapatan Google dari Indonesia mencapai triliunan rupiah, terutama dari iklan. (Amu)