Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengatur ketentuan pemilihan hakim ad hoc dalam UU No. 14/2002 tentang Pengadilan Pajak yang diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 449/2003.
Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) UU 14/2002, apabila dalam memutuskan sengketa pajak diperlukan keahlian khusus maka ketua pengadilan pajak dapat menunjuk hakim ad hoc sebagai hakim anggota. Tata cara penunjukan diatur dengan keputusan menteri.
“Tata cara penunjukan hakim ad hoc pada Pengadilan Pajak diatur dengan keputusan Menteri,” bunyi penggalan Pasal 9 ayat (5) UU 14/2002, dikutip pada Minggu (5/3/2023).
Merujuk pada Pasal 1 ayat (4) KMK 449/2003, hakim ad hoc adalah ahli yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Pajak sebagai anggota majelis hakim Pengadilan Pajak dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak tertentu.
Tata cara penunjukan hakim ad hoc diatur dalam Pasal 2 KMK 449/2003. Dalam pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa hakim ad hoc ditunjuk oleh ketua pengadilan pajak untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak tertentu.
Untuk menjadi hakim ad hoc, calon hakim ad hoc (ahli) harus memiliki disiplin ilmu yang cukup dan berpengalaman di bidangnya sekurang-kurangnya 10 tahun. Pengaturan lebih lanjut perihal syarat menjadi hakim ad hoc diatur dalam Pasal 2 ayat (2) KMK 449/2003.
Syarat yang dimaksud antara lain warga negara Indonesia; bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia kepada Pancasila dan UUD 1945; tidak pernah terlibat kegiatan yang mengkhianati negara kesatuan Republik Indonesia.
Hakim ad hoc juga harus berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan; dan sehat jasmani dan rohani. Dalam proses pemilihan hakim ad hoc, ketua pengadilan pajak juga wajib memperhatikan beberapa hal.
Pertama, sifat kompleksitas sengketa yang dihadapi; aspek internasional dan penerapan hukumnya; dan/atau wawasan, keahlian, dan ilmu pengetahuan yang diperlukan dalam penyelesaian kasus yang bersangkutan. (sabian/rig)