Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah resmi memberlakukan PMK 190/2022 yang mengubah ketentuan mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai yang berlaku sejak 14 Januari 2023.
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan perubahan ketentuan pengeluaran barang impor untuk dipakai dilakukan untuk mengoptimalkan pengawasan dan pelayanan barang impor. Selain itu, perubahan ini juga akan menyelaraskan proses bisnis impor dengan perkembangan teknologi informasi, sekaligus membuat ketentuan soal impor lebih komprehensif.
"Melalui PMK 190 Tahun 2021 ini, diharapkan mampu menyelaraskan proses bisnis impor dengan teknologi informasi yang berkembang saat ini," bunyi infografis yang diunggah akun Twitter @beacukaiRI, Senin (16/1/2023).
PMK 190/2022 mengatur mengenai ketentuan tata cara pengeluaran barang impor untuk dipakai dari kawasan pabean.
Namun, kawasan pabean yang dimaksud tidak termasuk tempat penimbunan berikat, kawasan pabean di kawasan ekonomi khusus, dan kawasan pabean di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara (TPS); serta tempat penimbunan pabean (TPP) atau tempat lain yang berfungsi sebagai TPP.
Selain mengatur pengeluaran barang impor untuk dipakai, PMK 190/2022 juga mengatur tata cara penyelesaian kewajiban pabean atas impor barang tidak berwujud, seperti produk peranti lunak (software) dan barang digital lainnya yang ditransmisikan secara elektronik. Pada aturan yang lama, ketentuan soal pengeluaran barang impor untuk dipakai belum mencakup barang tidak berwujud.
DJBC menyebut perubahan itu dilakukan karena objek impor makin beragam seiring dengan perkembangan zaman, tidak berbentuk fisik tetapi juga dapat berupa produk digital.
Secara umum, PMK 190/2022 memuat beberapa peraturan sebelumnya yang disempurnakan dan beberapa ketentuan baru. Perubahan yang dilakukan antara lain terkait penggunaan data elektronik sebagai dokumen pelengkap pabean, penegasan ketentuan penjaluran barang, kemudahan pemeriksaan fisik, serta penegasan pembulatan pungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI).
Selain itu, ada pula beberapa ketentuan baru yang ditambahkan antara lain terkait impor barang digital, ketentuan pengeluaran barang impor untuk dipakai dari tempat penimbunan pabean (TPP), penegasan tentang pemblokiran atas pemberitahuan impor barang (PIB), serta ketentuan pengeluaran sebagian barang impor selain barang larangan dan pembatasan (lartas) dan/atau terkena ketentuan hak atas kekayaan intelektual (HKI).
Masing-masing ketentuan dalam beleid tersebut dapat berlaku secara umum atau berlaku khusus kepada pihak-pihak tertentu saja, yakni importir atau pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) berstatus Authorized Economic Operator (AEO) dan Mitra Utama (MITA) atau importir dengan status non-AEO/MITA.
Khusus importir dan/atau PPJK berstatus AEO/MITA, kini diatur pemblokiran PIB apabila terlambat menyampaikan nomor dan tanggal inward manifest atau pemberitahuan pabean pengangkutan lainnya dan/atau kode gudang TPS. (sap)