Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak tertentu diperkenankan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan stelsel kas untuk tujuan perpajakan.
Merujuk pada Pasal 10 ayat (4) PMK 54/2021, stelsel kas adalah suatu metode penghitungan yang didasarkan pada transaksi tunai.
"Penghasilan diakui apabila telah diterima secara tunai dalam suatu tahun pajak, dan biaya diakui apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu tahun pajak," bunyi Pasal 10 ayat (4), dikutip pada Minggu (27/11/2022).
Wajib pajak tertentu yang yang boleh menggunakan stelsel kas antara lain wajib pajak orang pribadi yang memilih atau wajib menyelenggarakan pembukuan, serta wajib pajak badan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar per tahun pajak.
Selain termasuk kategori wajib pajak tertentu di atas, wajib pajak juga harus secara komersial berhak menyelenggarakan pembukuan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi usaha mikro dan kecil.
Untuk menyelenggarakan pembukuan dengan stelsel kas, wajib pajak harus memberitahu Ditjen Pajak (DJP) pada setiap tahun pajak. Pemberitahuan disampaikan wajib pajak berstatus pusat, baik secara elektronik atau langsung di KPP tempat wajib pajak pusat terdaftar.
Pemberitahuan paling lambat disampaikan bersamaan dengan penyampaian SPT PPh tahun pajak sebelumnya. Bila wajib pajak masih baru terdaftar, pemberitahuan disampaikan paling lambat pada 3 bulan sejak saat terdaftar atau akhir tahun pajak tergantung peristiwa yang terjadi dahulu.
Jika wajib pajak tertentu telah menyelenggarakan pembukuan stelsel kas pada suatu tahun pajak dan pada tahun pajak berikutnya memilih untuk menyelenggarakan pembukuan dengan stelsel akrual sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku maka wajib pajak bersangkutan tidak dapat kembali menyelenggarakan pembukuan stelsel kas. (rig)