Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mencatat faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau faktur pajak fiktif masih menjadi modus operandi tindak pidana perpajakan yang banyak ditemui pada tahun lalu.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor menegaskan otoritas pajak terus melakukan berbagai langkah untuk menekan modus operandi yang dilakukan wajib pajak dalam menghindari pajak.
"DJP terus memperbaiki proses bisnis penegakan hukum melalui reformasi perpajakan," katanya, Rabu (16/11/2022).
Neilmaldrin menuturkan modus operandi penghindaran pajak akan menimbulkan kerugian terhadap penerimaan negara. Untuk itu, lanjutnya, langkah reformasi perlu dilakukan agar celah penghindaran pajak dapat ditekan.
Langkah reformasi yang telah dilaksanakan DJP di antaranya seperti digitalisasi penomoran faktur pajak (e-Nofa). Aplikasi e-nofa merupakan situs web yang digunakan untuk mengajukan permohonan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) secara online.
DJP meluncurkan situs web e-nofa untuk memudahkan PKP meminta NSFP yang sebelumnya dilakukan secara manual. Selain itu, e-nofa juga mendukung penerapan e-faktur yang memudahkan pengawasan sekaligus mencegah munculnya faktur pajak fiktif.
DJP juga melakukan penguatan asas ultimum remedium berupa perubahan pasal 44B UU KUP yang menaikkan sanksi faktur pajak fiktif untuk menimbulkan efek gentar. Semula, sanksi atas pelanggaran tersebut sebesar 3 kali pajak yang kurang dibayar. Kini, naik menjadi 4 kali pajak kurang dibayar.
Selain itu, lanjut Neilmaldrin, DJP juga terus memperkuat sinergi dengan aparat penegak hukum dan lembaga peradilan untuk melakukan pelatihan bersama dan kegiatan sinergis lainnya.
"Tidak hanya itu, DJP juga melakukan publikasi kegiatan penegakan hukum untuk menimbulkan efek jera dan efek gentar kepada masyarakat," ujarnya.
Berdasarkan Laporan Tahunan Ditjen Pajak (DJP) 2021, terdapat 103 kasus tindak pidana perpajakan pada sepanjang 2021. Dari jumlah tersebut, modus operandi berupa penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak fiktif mencapai 41 kasus atau sekitar 40%.
Meski demikian, jumlah kasus penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak fiktif tersebut sudah mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 44 kasus. (rig)