PMK 149/2022

PMK Baru! Penerima Fasilitas KITE Pembebasan Harus PKP dan Punya CCTV

Dian Kurniati
Kamis, 03 November 2022 | 09.15 WIB
PMK Baru! Penerima Fasilitas KITE Pembebasan Harus PKP dan Punya CCTV

Laman muka dokumen PMK 149/2022. 

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengubah ketentuan mengenai pemberian fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. Fasilitas tersebut biasa disebut dengan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) Pembebasan.

Melalui PMK 149/2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi PMK 160/2018 mengenai pemberian fasilitas KITE Pembebasan. Revisi dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kepabeanan.

"Bahwa untuk lebih meningkatkan pelayanan kepabeanan melalui penyederhanaan prosedur, perluasan rantai pasok dan saluran ekspor hasil produksi, akomodasi perkembangan proses bisnis kegiatan usaha, serta penyempurnaan kebijakan di bidang fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor pembebasan untuk meningkatkan daya saing, investasi, dan ekspor nasional, sehingga ... perlu diganti," bunyi salah satu pertimbangan PMK 149/2022, dikutip pada Kamis (3/11/2022).

Pasal 2 PMK 149/2022 menjelaskan fasilitas KITE Pembebasan diberikan kepada badan usaha yang telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE Pembebasan. Fasilitas KITE Pembebasan yang diberikan berupa pembebasan bea masuk atau pembebasan bea masuk serta PPN atau PPN dan PPnBM terutang tidak dipungut, atas impor dan/atau pemasukan barang dan bahan. Bea masuk itu juga termasuk bea masuk tambahan.

Badan usaha harus memenuhi sejumlah kriteria untuk dapat ditetapkan sebagai perusahaan KITE Pembebasan. Pertama, memiliki jenis usaha industri manufaktur dan memiliki kegiatan pengolahan, perakitan, atau pemasangan.

Kedua, memiliki bukti kepemilikan atau bukti penguasaan yang berlaku untuk waktu paling singkat 3 tahun atas lokasi yang akan digunakan untuk kegiatan produksi dan penyimpanan barang dan bahan serta hasil produksi sejak permohonan penetapan sebagai perusahaan KITE Pembebasan diajukan. Ketiga, memiliki sistem pengendalian internal yang memadai.

Keempat, memiliki sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) untuk pengelolaan barang dengan ketentuan di antaranya memiliki keterkaitan dengan dokumen kepabeanan; dapat diakses secara langsung dan online oleh DJBC; menggunakan kodifikasi dalam pencatatan barangnya; dan menggunakan master data yang sama dengan sistem pencatatan perusahaan.

Kelima, memiliki closed circuit television (CCTV) yang dapat diakses secara langsung dan online oleh DJBC untuk pengawasan pemasukan, penyimpanan, dan pengeluaran barang dan bahan serta hasil produksi.

Badan usaha yang akan ditetapkan sebagai perusahaan KITE Pembebasan harus memenuhi persyaratan memiliki perizinan berusaha yang berlaku untuk operasional dan/atau komersial dan merupakan pengusaha kena pajak (PKP).

Untuk mendapatkan penetapan sebagai perusahaan KITE Pembebasan, badan usaha juga harus mengajukan permohonan kepada menteri melalui kepala kanwil wilayah atau kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha. Permohonan penetapan sebagai perusahaan KITE Pembebasan diisi secara lengkap dan dengan memperhatikan ketentuan isian daftar barang dan bahan paling sedikit memuat deskripsi kode HS 8 digit dan isian daftar hasil produksi paling sedikit memuat deskripsi kode HS 8 digit.

Permohonan tersebut disampaikan secara elektronik melalui sistem aplikasi perizinan DJBC dalam kerangka online single submission (OSS).

Pada prosesnya, kepala KPU atau kepala kantor pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha akan melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi serta menerbitkan berita acara pemeriksaan. Dalam kesempatan tersebut, direksi badan usaha yang mengajukan permohonan harus melakukan pemaparan mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria.

Berdasarkan berita acara pemeriksaan dan hasil pemaparan, kepala kanwil atau kepala KPU atas nama menteri akan memberikan persetujuan dan menerbitkan keputusan menteri mengenai penetapan sebagai perusahaan KITE Pembebasan. Penolakan juga bisa diberikan dengan menerbitkan surat penolakan disertai penyebutan alasan penolakan. Persetujuan atau penolakan diberikan paling lambat 1 jam kerja terhitung setelah pemaparan selesai dilakukan.

Beleid ini juga menegaskan keputusan menteri mengenai penetapan sebagai perusahaan KITE Pembebasan tidak dapat diberikan kepada badan usaha yang pernah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai; serta salah satu atau lebih dari anggota direksi dan/atau komisarisnya pernah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai.

Selain itu, KITE Pembebasan juga tidak bisa diberikan kepada badan usaha yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap selama 10 tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit.

"Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 November 2022," bunyi Pasal 55 PMK 149/2022.

Sebelumnya, pemerintah melalui PMK 145/2022 mengubah ketentuan mengenai pemberian fasilitas pengembalian bea masuk yang telah dibayar atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor atau KITE Pengembalian. Dalam hal ini, penerima fasilitas KITE Pengembalian juga disyaratkan PKP dan memiliki CCTV. Baca juga 'DJP Kini Bisa Awasi Arus Barang yang Pakai Fasilitas KITE Pengembalian'. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.