Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menambah syarat bagi wajib pajak yang ingin mengajukan restitusi pajak dipercepat. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (14/1/2022).
Penambahan syarat itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 209/2021 yang merupakan perubahan kedua dari PMK 39/2018. Melalui beleid baru itu, pemerintah mengubah ketentuan Pasal 6 ayat (3) terkait dengan penelitian kewajiban formal pengembalian pendahuluan.
“Berdasarkan permohonan pengembalian pendahuluan … direktur jenderal pajak terlebih dahulu melakukan penelitian kewajiban formal pengembalian pendahuluan,” demikian penggalan Pasal 6 ayat (3) PMK 39/2018 s.t.d.t.d PMK 209/2021.
Dalam ayat tersebut, kewajiban formal yang diteliti sebanyak 6 poin, bertambah dari sebelumnya 5 poin. Adapun 1 poin yang ditambahkan adalah laporan keuangan wajib pajak pada suatu tahun pajak setelah ditetapkan sebagai wajib pajak kriteria tertentu diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas keuangan pemerintah dan memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian.
Adapun 5 poin selebihnya masih sama dengan ketentuan terdahulu. Pertama, penetapan wajib pajak kriteria tertentu masih berlaku. Kedua, wajib pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Tahunan. Ketiga, wajib pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak dalam 2 masa pajak berturut-turut.
Keempat, wajib pajak tidak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak dalam 3 masa pajak dalam 1 tahun kalender. Kelima, wajib pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka atau tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Selain mengenai restitusi pajak dipercepat, ada pula bahasan terkait dengan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) wajib pajak orang pribadi. Ada penyesuaian sistem administrasi dengan adanya penggunaan NPWP 16 digit tersebut.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan penambahan ketentuan audit laporan keuangan untuk wajib pajak kriteria tertentu yang mengajukan restitusi dipercepat untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan.
Dengan demikian, sambungnya, akan terwujud pelayanan perpajakan yang setara baik dalam proses penetapan maupun pencabutan sebagai wajib pajak kriteria tertentu.
“Penyesuaian kebijakan ini untuk menjamin kepatuhan wajib pajak kriteria tertentu dan menjamin bahwa wajib pajak memiliki kriteria yang layak selama mendapatkan layanan khusus berupa pengembalian pendahuluan tersebut,” katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Dalam PMK 209/2021, ada pula penyesuaian jumlah batas lebih bayar restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) bagi pengusaha kena pajak (PKP) yang menjadi wajib pajak persyaratan tertentu. Batasan jumlah lebih bayar restitusi PPN menjadi Rp5 miliar, naik dari sebelumnya senilai Rp1 miliar.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan latar belakang penyesuaian batas restitusi PPN tersebut adalah untuk membantu likuiditas keuangan wajib pajak.
“Dengan penyesuaian jumlah batasan tersebut menjadi Rp5 miliar maka lebih banyak pelaku usaha yang mendapat layanan ini. Kas dari restitusi dapat digunakan kembali oleh pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” jelasnya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan penggunaan NIK sebagai common identifier harus dipersiapkan sejak jauh-jauh hari. Menurutnya, sektor perbankan juga perlu melakukan penyesuaian sistem administrasi sebelum coretax administration system resmi digunakan dan dioperasikan DJP.
"Ini yang mungkin jadi salah satu dimensi mengapa kita urgent untuk berkumpul. Request kami Pak/Bu, tolong disesuaikan [sistem administrasi perbankan] sebelum Juni 2023," ujar Suryo. Simak pula ‘NIK sebagai NPWP & PSIAP, Bank Punya Waktu 1,5 Tahun Sesuaikan Sistem’. (DDTCNews)
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Hantriono Joko Susilo mengatakan implementasi pemanfaatan NIK sebagai NPWP akan dilakukan secara bertahap. Alasannya, jumlah layanan DJP kepada wajib pajak terbilang banyak, yakni mencapai kurang lebih 170 jenis layanan.
"Kita akan bertahap sesuai kemampuan sistem di kita," ujar Hantriono. Simak ‘Catat! DJP Belum Gunakan NIK sebagai NPWP untuk Seluruh Layanan’. (DDTCNews)
Coretax administration system yang sedang dikembangkan DJP bakal mempermudah otoritas meminta informasi dan/atau bukti atau keterangan (IBK) kepada perbankan.
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Hantriono Joko Susilo mengatakan pihaknya selama ini telah aktif meminta IBK kepada perbankan bila hendak memeriksa atau memblokir rekening wajib pajak.Namun, selama ini, permintaan IBK kepada perbankan masih dilaksanakan secara manual.
"IBK yang dikirim Bapak/Ibu sekalian itu terkait dengan misalnya, kami ingin memblokir rekening wajib pajak, pemeriksaan, penyidikan bukper, itu kami biasanya minta data dari perbankan. Saat ini masih manual, tebar jaring," ujar Hantriono. Simak ‘Bersiap, Core Tax System Mudahkan DJP Akses Data WP & Blokir Rekening’. (DDTCNews)
DJP mengingatkan wajib pajak tentang batas waktu pengembalian Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) elektronik pajak bumi dan bangunan (PBB). Mengacu pada PER-19/PJ/2019, otoritas mengingatkan mengenai penyampaian formulir SPOP PBB tahun pajak 2022 kepada wajib pajak secara elektronik. Setelah itu, wajib pajak harus mengambalikan SPOP elektronik tersebut.
“Penyampaian dan pengembalian SPOP elektronik … dilakukan melalui laman www.djponline.pajak.go.id,” tulis DJP dalam laman resminya. Simak ‘DJP Ingatkan Wajib Pajak Soal Waktu Pengembalian SPOP Elektronik PBB’. (DDTCNews) (kaw)