KEPATUHAN PAJAK

Telat Lapor SPT Masa PPh 21? Ini Konsekuensinya

Nora Galuh Candra Asmarani
Senin, 20 Januari 2020 | 18.03 WIB
Telat Lapor SPT Masa PPh 21? Ini Konsekuensinya

Ilustrasi gedung DJP. 

JAKARTA, DDTCNews – Batas waktu pelaporan surat pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 21 Desember 2019 jatuh pada hari ini, Senin (20/1/2020). Lantas apa konsekuensi jika telat melapor?

Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang No.28/2007, apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan atau melebihi batas waktu perpanjangan penyampaian, maka akan pengenaan sanksi administrasi berupa denda. Adapun denda untuk SPT Masa PPh Pasal 21 sebesar Rp100.000.

“Apabila surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3)…dikenai sanksi administrasi berupa denda…sebesar Rp100.000 untuk SPT Masa lainnya,” demikian bunyi penggalan pasal tersebut.

Apabila SPT Masa tidak disampaikan sesuai batas waktu tersebut maka akan diterbitkan surat teguran. Adapun berdasarkan pasal 3 ayat (3), jangka waktu pelaporan untuk SPT Masa paling lama adalah 20 hari setelah akhir masa (bulan) pajak.

Namun, jika tanggal jatuh tempo tersebut bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional maka dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hari libur nasional tersebut termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum dan cuti bersama secara nasional.

Artinya, jika seorang wajib pajak melaporkan SPT Masa PPh Pasal 21 melewati batas waktu yang ditentukan akan dikenai denda sebesar Rp100.000. Hal yang perlu diperhatikan adalah sanksi denda tersebut berbeda dengan sanksi denda atas keterlambatan penyetoran atau pembayaran pajak.

Namun, masih merujuk pada pasal yang sama, terdapat delapan ihwal yang membuat sanksi denda tersebut tidak dikenakan. Pertama, wajib pajak orang pribadi (OP) meninggal dunia. Kedua, wajib pajak OP sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Ketiga, wajib pajak OP yang berstatus sebagai warga negara asing dan tidak tinggal lagi di Indonesia. Keempat, bentuk usaha tetap (BUT) yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia. Kelima, wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi, tetapi belum dibubarkan sesuai ketentuan yang berlaku.

Keenam, bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi. Ketujuh, wajib yang terkena bencana nasional atau kategori bencana yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Kedelapan, wajib pajak lain yang diatur oleh peraturan menteri keuangan.

Adapun yang dimaksud dengan SPT Masa PPh Pasal 21 adalah SPT yang digunakan untuk melaporkan pajak penghasilan karyawan. SPT ini memiliki batas waktu pembayaran hingga tanggal 10 bulan berikutnya. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Dr. Bambang Prasetia
baru saja
mesti diakhir masa pajaknya harus tetap dilaporkan..SPT nya .. klo perlu di lkk Tax Clearance yang cepat dan canggih .. shg gak terjadi penghindaran pajak... semua keawajiban harus lunas.. sblum mrka hengkang ke LN.. oleh Badan maupun Orang Asing..