JAKARTA, DDTCNews - Rencana pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran (HJE) rokok tahun depan dinilai tidak serta merta membuat penerimaan kepabeanan dan cukai 2026 surut.
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menilai jika tarif CHT dan HJE rokok tidak dinaikkan, justru industri hasil tembakau (IHT) lega karena tidak ada tambahan beban. Dengan demikian, industri bisa lebih berkembang dan mendongkrak produksi atau penjualannya.
"Jangan dianggap kalau tarif CHT tidak naik itu kemudian penerimaan bisa turun. Bisa saja ketika pemerintah tidak menaikkan tarif, kemudian industri menjadi tumbuh. Tentunya kan basisnya akan menjadi lebih lebar," ujarnya kepada awak media di Menara Kadin, Selasa (21/10/2025).
Ketika IHT tumbuh, lanjut Misbakhun, kinerja produksi rokok secara nasional pun akan meningkat. Dengan memproduksi lebih banyak rokok, sambungnya, semestinya basis pemungutan cukai ke depan akan lebih luas.
Saat makin banyak rokok yang dikenakan cukai, imbasnya pendapatan negara berpotensi meningkat. Di samping itu, dia juga menilai penetapan tarif CHT bukan satu-satunya instrumen untuk mendongkrak kinerja industri.
"Banyak sebenarnya yang bisa kita lakukan. Contoh, industri diberi relaksasi pengaturan mengenai harga jual, dan fundamental lain seperti cara pelunasan pita cukai, dan sebagainya. Menurut saya ini menjadi insentif tersendiri dan memberikan peluang industri untuk lebih kuat," tutur Misbakhun.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan tidak akan menaikkan CHT dan HJE rokok pada 2026. Menurutnya, kenaikan tarif cukai dan harga jual rokok akan memukul kinerja IHT nasional.
Kendati demikian, hingga saat ini, Kemenkeu sebagai pengampu kebijakan cukai rokok belum menerbitkan regulasi sebagai payung hukum yang mengatur penetapan CHT dan HJE 2026.
Sementara itu, Kemenkeu dan DPR sebelumnya telah menyepakati target penerimaan kepabeanan dan cukai tahun anggaran 2026 senilai Rp336 triliun. Angka ini lebih tinggi dibanding target penerimaan 2025 yang dipatok senilai Rp301,59 triliun, dan outlook sebesar Rp310,35 triliun. (rig)