JAKARTA, DDTCNews - Kepastian soal perpanjangan pemanfaatan PPh final 0,5% bagi wajib pajak orang pribadi UMKM makin nyata. Revisi aturan eksisting sudah masuk tahap penyelesaian.
Topik tersebut mendapat sorotan netizen dalam sepekan terakhir.
Revisi PP 55/2022 diperlukan untuk memperpanjang jangka waktu pemberlakuan skema PPh final UMKM dengan tarif 0,5% khusus bagi wajib pajak orang pribadi.
"Kami sudah koordinasi dengan kementerian yang terkait, Kemenko Perekonomian dan Kementerian UMKM. Izin prakarsa sudah diberikan oleh presiden melalui Kementerian Sekretariat Negara tanggal 25 Agustus," ujar Dirjen Pajak Bimo Wijayanto.
Bimo mengatakan saat ini revisi atas PP 55/2022 sudah memasuki tahap penyelesaian. Informasi lebih lanjut akan disampaikan oleh Ditjen Pajak (DJP) apabila revisi atas PP tersebut sudah rampung.
Sebagai informasi, pemerintah telah memutuskan untuk memperpanjang jangka waktu pemanfaatan skema PPh final UMKM hingga 2029. Perpanjangan ini diberlakukan khusus untuk UMKM yang merupakan wajib pajak orang pribadi.
"Terkait PPh final UMKM yang pendapatannya Rp4,8 miliar setahun, itu pajak finalnya 0,5% dilanjutkan sampai 2029. Jadi, tidak diperpanjang setahun-setahun, tetapi diberikan kepastian sampai 2029," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada 15 September 2025.
Perpanjangan masa berlaku skema PPh final UMKM ditargetkan bisa meringankan beban pajak yang ditanggung oleh UMKM serta menyederhanakan kewajiban administrasi wajib pajak.
Selain informasi mengenai perpanjangan PPh final UMKM, ada juga beberapa pemberitaan yang menarik untuk diulas kembali. Di antaranya, klarifikasi DJP mengenai coretax yang kerap downtime, target DJP mengejar tunggakan yang inkrah, hingga pesan menteri keuangan agar DJP tidak mengejar wajib pajak patuh.
DJP buka suara mengenai aplikasi layanan coretax system yang sempat beberapa kali tidak dapat diakses lantaran mengalami downtime, seperti akhir pekan lalu.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan downtime coretax system pada pekan lalu memang sudah direncanakan. Downtime ini bertujuan untuk memelihara sekaligus menstabilkan coretax system agar makin optimal.
"Coretax ini sangat besar sekali sistemnya, jangkauannya sangat luas sekali, sehingga sekarang kami yakinkan bahwa kami sedang tahap stabilisasi dan semakin sempurna, perbaikan dilakukan secara bertahap untuk jangka panjangnya lebih andal," ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita.
DJP akan mengejar para penunggak pajak, baik orang pribadi maupun badan, terutama yang putusan sengketa pajaknya sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Bimo Wijayanto mengatakan negara bisa meraup potensi penerimaan pajak sekitar Rp50 triliun hingga Rp60 triliun dari kegiatan tersebut. Menurutnya, upaya menagih tunggakan pajak yang telah diputus secara hukum merupakan langkah strategis untuk mencapai target penerimaan pajak 2025 yang dipatok Rp2.189 triliun.
"Strategi khusus untuk mencapai target penerimaan pajak tahun ini, beberapa terkait multi door approach untuk penegakan hukum. Kami akan mengejar penunggak pajak 200 yang terbesar yang sudah inkrah dengan potensi Rp50-Rp60 triliun," ujarnya.
Budi Nugroho dan Diana Malemita Ginting resmi ditetapkan sebagai hakim agung tata usaha negara (TUN) khusus pajak.
Budi dan Diana resmi menjadi hakim TUN khusus pajak mengingat DPR melalui rapat paripurna sudah memberikan persetujuan atas hasil fit and proper test calon hakim agung (CHA) yang diselenggarakan oleh Komisi III DPR.
"Apakah laporan Komisi III DPR atas hasil fit and proper test CHA dan calon hakim ad hoc HAM pada Mahkamah Agung (MA) tahun 2025 dapat disetujui? Setuju," kata Ketua DPR Puan Maharani dalam rapat paripurna.
Bimo Wijayanto menerbitkan peraturan baru mengenai tindak lanjut atas data konkret. Peraturan yang dimaksud, yaitu Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak PER-18/PJ/2025.
Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf l PMK 15/2025, data konkret menjadi salah satu faktor dilakukannya pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Nah, PER-18/PJ/2025 dirilis untuk memberikan kepastian hukum serta akuntabilitas atas tindak lanjut data konkret tersebut.
“Bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan kemanfaatan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta akuntabilitas dalam menindaklanjuti data konkret perlu mengatur ketentuan mengenai tindak lanjut atas data konkret,” bunyi salah satu pertimbangan PER-18/PJ/2025.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengingatkan pegawai DJP untuk tidak mengganggu wajib pajak yang sudah patuh membayar pajak.
Purbaya mengatakan setiap wajib pajak harus mendapatkan perlakuan secara adil. Dengan demikian, dia berharap tidak ada lagi cerita soal pegawai DJP yang melakukan pemerasan kepada wajib pajak.
"Kita melakukan fair treatment. Kalau sudah bayar pajak jangan diganggu sama sekali. Enggak ada lagi cerita pegawai pajak meres-meres itu," katanya. (sap)