PER-18/PJ/2025

DJP Rilis Aturan Data Konkret yang Bisa Ditindaklanjuti Pemeriksaan

Nora Galuh Candra Asmarani
Kamis, 25 September 2025 | 19.16 WIB
DJP Rilis Aturan Data Konkret yang Bisa Ditindaklanjuti Pemeriksaan
<p>Ilustrasi.</p>

JAKARTA, DDTCNews – Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menerbitkan peraturan baru mengenai tindak lanjut atas data konkret. Peraturan yang dimaksud, yaitu Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak No. PER-18/PJ/2025.

Sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf l PMK 15/2025, data konkret menjadi salah satu faktor dilakukannya pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Nah, PER-18/PJ/2025 dirilis untuk memberikan kepastian hukum serta akuntabilitas atas tindak lanjut data konkret tersebut.

“Bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan kemanfaatan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta akuntabilitas dalam menindaklanjuti data konkret perlu mengatur ketentuan mengenai tindak lanjut atas data konkret,” bunyi salah satu pertimbangan PER-18/PJ/2025, dikutip pada Kamis (25/9/2025).

Merujuk Pasal 4 ayat (2) PMK 15/2025 dan Pasal 2 ayat (1) PER-18/PJ/2025, data konkret merupakan data yang diperoleh atau dimiliki oleh Ditjen Pajak (DJP). Data konkret tersebut dapat berupa 3 bentuk.

Pertama, faktur pajak yang sudah memperoleh persetujuan melalui sistem informasi milik DJP, tetapi belum atau tidak dilaporkan oleh wajib pajak pada SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang memerlukan pengujian secara sederhana.

Kedua, bukti pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) yang belum atau tidak dilaporkan oleh penerbit bukti pemotongan atau pemungutan pada SPT Masa PPh. Ketiga, bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan wajib pajak.

Melalui PER-18/PJ/2025, dirjen pajak pun memerinci 8 bentuk bukti transaksi atau data perpajakan yang termasuk data konkret. Pertama, kelebihan kompensasi pada SPT Masa PPN yang tidak didukung dengan kelebihan bayar pada SPT Masa PPN sebelumnya.

Kedua, pengurang pajak keluaran oleh wajib pajak yang tidak berhak menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang dan penyerahan yang tidak terutang pajak.

Ketiga, PPN disetor di muka yang tidak atau kurang dibayar. Keempat, pemanfaatan insentif pajak yang tidak sesuai ketentuan. Kelima, pengkreditan pajak masukan yang tidak sesuai ketentuan.

Keenam, penghasilan yang tidak atau kurang dilaporkan berdasarkan data bukti potong yang dimiliki DJP dan/atau kekeliruan sehubungan dengan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN).

Ketujuh, data dan/atau keterangan yang bersumber dari ketetapan dan/atau keputusan di bidang perpajakan dan/atau putusan atas sengketa penerapan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan, yang bersifat inkrah, yang dapat langsung digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan yang tidak atau kurang dilaporkan oleh wajib pajak dalam SPT.

Kedelapan, data dan/atau keterangan yang telah:

  1. diterbitkan surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan, yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan wajib pajak; dan
  2. dibuat berita acara permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan yang memuat persetujuan wajib pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakan dan telah ditandatangani wajib pajak, wakil wajib pajak, atau kuasa. Namun, pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut belum atau tidak dipenuhi sampai dengan batas waktu yang telah disetujui oleh wajib pajak dan dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan wajib pajak.

PER-18/PJ/2025 menegaskan data konkret tersebut akan ditindaklanjuti dengan pengawasan dan/atau pemeriksaan. Apabila data konkret ditindaklanjuti dengan pemeriksaan maka pemeriksaan tersebut dilakukan dengan pemeriksaan spesifik sesuai dengan ketentuan PMK 15/2025.

Ringkasnya, PER-18/PJ/2025 memerinci apa saja bukti transaksi atau data perpajakan yang tergolong sebagai data konkret. Selain itu, PER-18/PJ/2025 menegaskan kembali bahwa data konkret yang diperoleh DJP bisa ditindaklanjuti dengan pemeriksaan spesifik.

Adapun pemeriksaan spesifik adalah pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan secara spesifik atas satu atau beberapa pos dalam SPT dan/atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), data, atau kewajiban perpajakan tertentu secara sederhana. (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.