JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menyiapkan skema insentif baru seiring dengan telah berlakunya pajak minimum global di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 136/2024.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan Indonesia akan mempertahankan sebagian insentif pajak yang selama ini berlaku sembari mendesain insentif baru yang sejalan dengan pajak minimum global.
"Seperti negara lain, Indonesia juga menyesuaikan diri. Indonesia mempertahankan beragam insentif seperti tax holiday, investment allowance, dan supertax deduction sembari mengembangkan insentif pajak baru," ujar Bimo ketika memberikan keynote speech dalam 12th International Tax Conference yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Kamis (28/8/2025).
Insentif baru yang akan ditawarkan oleh pemerintah antara lain, pertama, cash subsidy untuk investasi pada sektor yang bersifat strategis. Kedua, refundable tax credit. Ketiga, nonrefundable tax credit.
"Ini bertujuan untuk mempertahankan daya saing," kata Bimo.
Dia pun mengatakan bahwa adopsi pajak minimum global oleh Indonesia melalui PMK 136/2024 merupakan tonggak baru dalam upaya memerangi praktik base erosion dan profit shifting (BEPS).
Melalui PMK 136/2024, Indonesia resmi memutuskan untuk mulai mengenakan top-up tax berdasarkan income inclusion rule (IIR) dan domestic top-up tax (DMTT) mulai 2025. Adapun top-up tax berdasarkan undertaxed payment rule (UTPR) baru akan dikenakan pada 2026.
Sebelum mengadopsi pajak minimum global, Indonesia telah turut serta dalam menginisiasi rencana aksi BEPS yang diinisiasi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Indonesia juga telah mengadopsi beragam rencana aksi BEPS ke dalam aturan domestik.
Guna menyambut reformasi perpajakan pada tingkat global tersebut, Indonesia telah memodernisasi sistem administrasi DJP, memperkuat kerangka kepatuhan, dan menyesuaikan regulasi yang berlaku dengan standar global.
"Keyakinan kami adalah sistem pemajakan yang adil, transparan, dan efektif adalah aspek esensial untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Indonesia sudah mengintegrasikan rencana aksi BEPS dalam aturan domestik dengan memperbarui P3B melalui MLI, mengembangkan ketentuan dokumentasi transfer pricing, hingga mengadopsi anti abuse provision," kata Bimo.
Secara khusus, Indonesia berupaya untuk menyesuaikan transfer pricing outcome dengan value creation serta telah mewajibkan perusahaan Indonesia untuk melaporkan master file, local file, dan country by country reporting (CbCR).
Ke depan, Indonesia akan secara proaktif mempertahankan kepentingan nasional Indonesia dalam beragam diskusi dan forum kerja sama internasional.
"Kini perpajakan bukanlah isu domestik. Perpajakan adalah isu internasional yang membutuhkan solusi kolektif guna memerangi BEPS serta menciptakan alokasi hak pemajakan yang adil antaryurisdiksi," ujar Bimo.
Tantangan perpajakan global saat ini tidak bisa ditangani secara parsial. Menurut Bimo, tantangan perpajakan global perlu dimitigasi dengan kebijakan yang baik, penegakan hukum yang kuat, serta kerja sama internasional yang nyata. (dik)