Ilustrasi. Petugas memeriksa bukti kain gulungan impor ilegal di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea dan Cukai, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/8/2024). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/YU
JAKARTA, DDTCNews - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) meminta Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) di bawah kepemimpinan dirjen yang baru segera menyelesaikan masalah maraknya importasi ilegal, khususnya tekstil.
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan kinerja industri dalam negeri berpotensi terus menurun apabila persoalan impor ilegal tidak lekas ditangani.
"Memang harus dari militer, mengingat mafia impor ini sudah terlalu kuat dan terus merajalela. Kami mendukung beliau dan siap membantu," ujarnya, dikutip pada Senin (23/6/2025).
Redma berpandangan penunjukkan pejabat berlatar belakang militer seperti Djaka Budhi Utama sebagai dirjen bea dan cukai semestinya dapat lebih gencar memberantas barang impor ilegal.
Di samping penanganan impor ilegal, ia juga mendorong pemerintah agar mengurangi ketergantungan terhadap barang impor. Ketergantungan impor tersebut termasuk untuk barang konsumsi serta barang setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku.
"Sebaliknya, kalau hanya omon-omon maka kondisi kinerja industri juga akan turun. Jadi tidak perlu menjadikan kondisi eksternal global sebagai alasan karena faktor dominan justru ada di kebijakan kita sendiri" kata Ketum APSyFI.
Selain itu, Redma turut menyoroti masih banyaknya praktik kecurangan terkait kuota impor tekstil. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk berlaku adil kepada pelaku usaha pengguna kuota impor, serta tidak memberikan kuota kepada pihak tertentu untuk dikuasai.
"APSyFI menengarai adanya penolakan beberapa K/L terhadap rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) terkait bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap produk benang filament POY-DTY asal China adalah karena pengaruh kuat dari jejaring mafia impor kuota tekstil ini," imbuh Redma. (dik)