Foto udara aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Kendari New Port, Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (9/4/2025). ANTARA FOTO/Andry Denisah/tom.
GLOBALISASI seakan memudarkan batas-batas negara, termasuk dalam urusan perdagangan. Kini, kegiatan perdagangan tak terbendung pada satu wilayah negara, tetapi telah merambah lintas negara. Perdagangan lintas batas ini memberikan multiplier effect di antaranya terhadap pertumbuhan ekonomi dan perkembangan industri.
Sebagai bagian dari masyarakat dunia yang saling membutuhkan, Indonesia pun turut melakukan perdagangan internasional. Interaksi tersebut bisa terjadi salah satunya dikarenakan adanya perbedaan sumber daya antarnegara.
Untuk itu, importir di Indonesia mengimpor barang-barang yang dibutuhkan di dalam negeri dari para penjual di luar negeri. Sebaliknya, eksportir Indonesia memenuhi permintaan pasar luar negeri dengan melakukan ekspor barang dari Indonesia ke luar negeri.
Guna menjamin kepentingan nasional dari praktik perdagangan internasional yang tidak terhindarkan maka pemerintah memberlakukan seperangkat ketentuan serta beragam pungutan terhadap barang impor yang masuk ke Indonesia.
Adapun pungutan yang dikenakan terhadap barang impor bervariasi tergantung pada jenis komoditasnya. Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menjadi pihak yang diberikan mandat untuk memungut pungutan-pungutan tersebut.
Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. Di Indonesia, terdapat dua sistem dalam perhitungan bea masuk, yaitu perhitungan dengan tarif spesifik dan tarif advalorum.
Adapun sebagian besar komoditas impor yang masuk ke Indonesia dihitung dengan tarif advalorum. Sementara itu, tarif spesifik adalah tarif yang dikenakan berdasarkan satuan barang. Perhitungan dalam tarif spesifik dilakukan dengan cara mengalikan jumlah satuan barang dengan tarif pembebanan bea masuk.
Selain itu, ada juga bea masuk lain yaitu bea masuk tambahan (BMT) yang dikenakan untuk barang-barang tertentu atau untuk kondisi impor tertentu. Perlu diingat, BMT sifatnya tidak menggantikan bea masuk yang berlaku umum.
Merujuk pada Undang-Undang Kepabeanan jenis bea masuk tambahan yang dapat dikenakan pada barang impor meliputi: Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD); Bea Masuk Imbalan (BMI); Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP); Bea Masuk Pembalasan (BMP).
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas impor atau penyerahan barang dan jasa kena pajak. Pengenaan PPN atas barang impor merupakan konsekuensi dari penerapan prinsip destinasi (destination principle).
Pemungutan PPN dengan prinsip ini menyebabkan PPN yang dikenakan atas impor sama perlakuannya dengan PPN yang dikenakan atas penyerahan di dalam negeri. Dengan demikian, kecuali untuk impor yang dibebaskan dari PPN, seluruh impor barang dikenai PPN, terlepas dari pertimbangan apakah impor tersebut dilakukan oleh PKP atau bukan (Darussalam, Septriadi, dan Dhora: 2018).
Sementara itu, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dikenakan terhadap penyerahan atau impor barang berwujud yang tergolong mewah. Untuk itu, barang impor yang termasuk sebagai barang mewah yang dikenakan PPnBM pun akan dikenakan PPnBM.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor merupakan salah satu jenis pungutan yang dikenakan terhadap barang impor. Sebelumnya, pengaturan PPh Pasal 22 Impor tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 34/2017 s.t.d.d PMK 34/2017. Namun, beleid tersebut telah dicabut dan digantikan dengan PMK 81/2024.
Seperti sebelumnya, berdasarkan PMK 81/2024, PPh Pasal 22 Impor dikenakan terhadap barang tertentu yang terdapat pada lampiran. Adapun tarif yang dikenakan pun bervariasi tergantung pada kelompok barang dan kepemilikan angka pengenal importir.
Merujuk pada lampiran EEE PMK 81/2024, barang impor yang dikenakan PPh Pasal 22 di antaranya adalah pakaian, aksesori pakaian dan barang lainnya dari kulit berbulu tertentu, serta mobil dan kendaraan bermotor tertentu.
Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai. Cukai dikenakan atas barang kena cukai (BKC) tertentu yang dimasukkan ke dalam daerah pabean baik untuk habis dipakai, dikonsumsi, atau untuk bahan baku. (sap)