LITERATUR PAJAK

Penagihan Pajak Lintas Yurisdiksi di Indonesia, Baca Ulasannya di Sini

Redaksi DDTCNews
Kamis, 10 April 2025 | 11.00 WIB
Penagihan Pajak Lintas Yurisdiksi di Indonesia, Baca Ulasannya di Sini

PENAGIHAN pajak lintas negara telah lama dikenal dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Indonesia. Indonesia sudah memiliki dasar hukum yang jelas untuk bekerja sama dengan negara atau yurisdiksi mitra dalam melakukan penagihan pajak secara internasional.

Kolaborasi tersebut dilandasi semangat pertukaran informasi dan kerja sama perpajakan global yang terus berkembang. Dalam konteks Indonesia, terdapat 3 regulasi utama yang mengatur mekanisme dan kewenangan pelaksanaan bantuan penagihan pajak lintas negara.

Pertama, Peraturan Dirjen Pajak No. PER-42/PJ/2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Bantuan Penagihan Pajak Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.

Aturan itu memberikan petunjuk teknis perihal pelaksanaan bantuan penagihan pajak berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Beleid ini memungkinkan otoritas pajak Indonesia untuk memanfaatkan ketentuan dalam P3B sebagai dasar kerja sama penagihan dengan negara mitra.

Kedua, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 61/2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus Dibayar.

Merujuk pada Pasal 79 PMK 61/2023, pemerintah Indonesia dapat memberikan atau meminta bantuan penagihan pajak kepada pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra dalam rangka pelaksanaan perjanjian internasional dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra.

Ketiga, Pasal 20A UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) s.t.d.t.d UU Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) ini menegaskan kewenangan menteri keuangan dalam melakukan kerja sama untuk pelaksanaan bantuan penagihan pajak kepada pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra.

Lebih lanjut, Pasal 45 Peraturan Pemerintah (PP) 50/2022 telah mengatur perihal klaim pajak dari permintaan bantuan penagihan pajak dari negara/yurisdiksi mitra.

Sebelum UU HPP, kewenangan kerja sama untuk pelaksanaan bantuan penagihan pajak secara eksplisit hanya dinyatakan dalam Pasal 25 PP 94/2010 sebagai peraturan perundang-undangan dengan hierarki tertinggi atas hal bantuan penagihan pajak tersebut.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas, Kementerian Keuangan melalui dirjen pajak berwenang untuk melakukan kerja sama pelaksanaan bantuan penagihan pajak dengan pemerintah atau otoritas pajak dari negara mitra atau yurisdiksi mitra.

Dengan demikian, dirjen pajak dapat memberi dan meminta bantuan penagihan pajak kepada negara mitra atau yurisdiksi mitra yang terikat dengan pemerintah Indonesia berdasarkan perjanjian internasional secara resiprokal seperti P3B, CMAAT, atau perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.

Bantuan penagihan pajak tersebut dapat dilakukan setelah diterimanya klaim pajak dari negara mitra atau yurisdiksi mitra. Definisi dan bagaimana klaim pajak dapat digunakan sebagai dasar penagihan pajak dengan surat paksa, dijelaskan secara terperinci pada buku P3B Edisi Kedua DDTC.

Selain itu, buku tersebut juga membahas pertukaran informasi dan bantuan penagihan pajak lintas yurisdiksi secara komprehensif. Tunggu apa lagi? Dapatkan bukunya di sini. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.