Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Penyidik Ditjen Pajak (DJP) dapat menangkap dan/atau menahan tersangka tindak pidana perpajakan. Penangkapan dan/atau penahanan tersebut dilakukan dengan meminta bantuan kepada penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Namun, tidak semua penangkapan akan berujung pada penahanan. Penyidik DJP perlu melakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap tersangka yang sudah ditangkap dengan bantuan penyidik Polri. Pemeriksaan itu dilakukan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan penahanan.
“Setelah dilakukan penangkapan..., penyidik melakukan pemeriksaan untuk menentukan perlu atau tidaknya dilakukan penahanan,” bunyi Pasal 8 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 17/2025, dikutip pada Minggu (9/3/2025).
Penangkapan dalam konteks ini berarti suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam UU Hukum Acara Pidana (HAP).
Sementara itu, penahanan berarti penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam UU HAP.
Merujuk Pasal 8 ayat (3) PMK 17/2025, penahanan bisa dilakukan sepanjang yang bersangkutan telah diperiksa sebagai tersangka dan dengan 3 pertimbangan. Pertama, tersangka akan melarikan diri. Kedua, merusak atau menghilangkan barang bukti. Ketiga, mengulangi tindak pidana.
Pertimbangan tersebut bisa bersifat akumulasi atau salah satunya. Adapun penahanan dilakukan dengan meminta bantuan kepada penyidik Polri dengan menyampaikan permintaan bantuan penahanan.
Selain pertimbangan tersebut, penahanan hanya dapat dikenakan atas tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih. PMK 17/2025 juga mengatur kewenangan bagi penyidik DJP untuk mengajukan permintaan perpanjangan masa penahanan.
Berdasarkan Pasal 8 ayat (6) PMK 17/2025, penyidik dapat mengajukan permintaan perpanjangan masa Penahanan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polri. Namun, PMK 17/2025 tidak menyebutkan ketentuan mengenai jangka waktu penahanan.
Sebelumnya, ketentuan mengenai penangkapan dan/atau penahanan sempat diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-06/PJ/2014. Apabila disandingkan SE-06/PJ/2014 telah menyebut ketentuan jangka waktu penahanan.
Berdasarkan lampiran SE-06/PJ/2014, penahanan dilakukan selama 20 hari. Apabila penyidik memperkirakan jangka waktu tersebut tidak cukup untuk menyelesaikan pemeriksaan maka bisa diperpanjang.
Perpanjangan dilakukan dengan mengajukan permintaan bantuan perpanjangan penahanan kepada penyidik Polri. Permintaan bantuan perpanjangan penahanan tersebut harus diajukan minimal 7 hari sebelum batas waktu penahanan berakhir.
“Apabila penyidik memperkirakan bahwa jangka waktu 20 hari tidak cukup untuk menyelesaikan pemeriksaan, penyidik mengajukan surat permintaan bantuan untuk perpanjangan penahanan kepada penyidik Polri sekurang-kurangnya 7 hari sebelum batas waktu penahanan berakhir,” bunyi lampiran SE-06/PJ/2014. (rig)