BERITA PAJAK HARI INI

Kosmetik hingga Tas Impor Kena PPh 22 dengan Tarif 5% Mulai Hari Ini

Redaksi DDTCNews
Rabu, 05 Maret 2025 | 06.43 WIB
Kosmetik hingga Tas Impor Kena PPh 22 dengan Tarif 5% Mulai Hari Ini

JAKARTA, DDTCNews – Barang kiriman yang termasuk kelompok komoditas tertentu kini dikenai PPh Pasal 22 dengan tarif flat sebesar 5%. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (5/3/2025).

Namun, khusus barang kiriman berupa buku dikecualikan dari pengenaan PPh tersebut. Ketentuan tersebut tercantum dalam PMK 4/2025 yang merupakan revisi kedua dari PMK 96/2023.

“Barang kiriman berupa komoditas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b (kosmetik, besi atau baja, dan jam tangan) dan huruf c (tas dan koper, produk tekstil, alas kaki, dan sepeda) dipungut PPh dengan tarif 5%,” bunyi Pasal 29 ayat (3) huruf b PMK 4/2025.

Sesuai dengan ketentuan, barang yang dikirim dari luar negeri melalui pos atau ekspedisi (barang kiriman) dengan nilai tidak lebih dari US$3 dibebaskan dari pengenaan bea masuk, tidak dipungut PPN dan PPnBM, serta dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.

Sementara itu, barang kiriman yang nilainya melebihi US$3 hingga US$1.500 dikenakan bea masuk dengan tarif flat sebesar 7,5% dan dipungut PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan, tetapi tetap dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22.

Namun, ketentuan tersebut tidak berlaku terhadap barang kiriman yang termasuk komoditas tertentu. Atas barang kiriman komoditas tertentu dengan nilai melebihi US$3 sampai dengan US$1.500 akan tetap dikenakan PPh Pasal 22.

Nah, PPh Pasal 22 atas barang kiriman komoditas tertentu tersebut kini dikenakan dengan tarif flat sebesar 5%. Terdapat 8 jenis barang kiriman komoditas tertentu yang dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 5%.

Pertama, kosmetik atau preparat kecantikan, yang diklasifikasikan dalam pos 33.03, pos 33.04, pos 33.05, pos 33.06, dan pos 33.07. Kedua, barang dari besi atau baja, yang diklasifikasikan dalam bab 73. Ketiga, jam tangan, yang diklasifikasikan dalam pos 91.01 dan pos 91.02.

Keempat, tas, koper dan sejenisnya, yang diklasifikasikan dalam pos 42.02. Kelima, produk tekstil, garmen dan sejenisnya, yang diklasifikasikan dalam bab 61, bab 62, dan bab 63. Keenam, alas kaki, sepatu dan sejenisnya, yang diklasifikasikan dalam bab 64.

Ketujuh, sepeda, skuter dan sejenisnya dengan penggerak motor listrik selain dalam kondisi completely knocked down, yang diklasifikasikan dalam pos tarif 8711.60.92, pos tarif 8711.60.93, pos tarif 8711.60.94, pos tarif 8711.60.95, dan pos tarif 8711.60.99.

Kedelapan, sepeda tidak bermotor, yang diklasifikasikan dalam pos 87.12. Sementara itu, barang kiriman berupa buku dan barang lainnya, yang diklasifikasikan dalam pos 49.01, pos 49.02, pos 49.03, dan pos 49.04, dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 22.

Pengenaan PPh Pasal 22 dengan tarif flat 5% merupakan ketentuan baru. Pada peraturan sebelumnya, yaitu PMK 96/2023 s.t.d.d PMK 111/2023, PPh Pasal 22 atas barang komoditas tertentu yang nilainya melebihi US$3 hingga US$15 dikenakan tarif sesuai dengan ketentuan PPh.

Sebagai informasi, ketentuan impor barang kiriman berdasarkan PMK 4/2025 mulai berlaku hari ini, Rabu (5/3/2025).

Selain tarif PPh atas barang kiriman, ada pula ulasan mengenai sanksi keterlambatan upload faktur pajak. Ada juga bahasan mengenai progres proses aksesi Indonesia menjadi anggota OECD dan dampak gelombang PHK terhadap penerimaan pajak.

Simak ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Nilai Pabean Barang Kiriman Pribadi Kini Dihitung secara Official Assessment

Penetapan nilai pabean atas barang kiriman yang diimpor oleh importir selain badan usaha kini dilakukan secara official assessment atau ditentukan langsung oleh pejabat bea dan cukai, tidak lagi secara self assessment.

Kepala Subdirektorat Impor DJBC Chotibul Umam mengatakan sistem official assessment dipandang lebih ideal karena importir perorangan tidak perlu khawatir terkena konsekuensi denda ketika keliru menyampaikan nilai pabean.

"Dengan mempertimbangkan bahwa personal ini banyak tidak mengetahui tentang ketentuan barang kiriman, kemudian [ketentuannya] direlaksasi [melalui PMK 4/2025]," katanya. (DDTCNews)

Tidak Ada Penghapusan Sanksi Telat Upload Faktur Pajak

Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-67/PJ/2025 tidak memberikan fasilitas penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan upload atau pengunggahan faktur pajak oleh pengusaha kena pajak (PKP).

Sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022, faktur pajak harus diunggah ke Ditjen Pajak (DJP) paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan faktur pajak.

"e-faktur ... wajib diunggah (di-upload) ke DJP menggunakan aplikasi e-faktur dan memperoleh persetujuan dari DJP, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-faktur," bunyi Pasal 18 PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022. (DDTCNews)

Hendak Jadi Anggota OECD, Initial Memorandum Ditarget Rampung Juni

Pemerintah Indonesia memfinalisasi dokumen initial memorandum yang dibutuhkan untuk proses aksesi sebagai anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Finalisasi dilakukan dalam pertemuan antara pemerintah Indonesia dan Sekjen OECD Mathias Cormann serta duta besar beberapa negara anggota OECD. Pertemuan ini juga menegaskan komitmen Indonesia dalam melaksanakan reformasi struktural yang sejalan dengan standar OECD.

"Pertemuan dengan sekjen OECD diperlukan untuk membahas langkah lanjutan terkait proses aksesi Indonesia, terutama penyampaian initial memorandum Indonesia pada pertemuan dewan OECD tingkat menteri pada Juni 2025," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. (DDTCNews)

OECD Tetapkan Daftar Negara dengan Qualified IIR dan QDMTT

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) resmi menetapkan daftar yurisdiksi yang sudah menerapkan qualified income inclusion rule (IIR) dan qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT).

Penetapan qualified IIR dan QDMTT dilakukan melalui prosedur sementara yang disepakati oleh yurisdiksi-yurisdiksi Inclusive Framework, yakni transitional qualification mechanism.

"Transitional qualification mechanism adalah prosedur yang memungkinkan pemberian qualified status secara cepat atas yurisdiksi yang mengadopsi GloBE," tulis OECD dalam Administrative Guidance on the GloBE Model Rules – Central Record of Legislation with Transitional Qualified Status. (DDTCNews)

Imbas PHK Karyawan ke Penerimaan Pajak

Jalan pemerintah untuk mengejar target penerimaan pajak pada tahun ini tampak sangat berliku. Belum selesai persoalan administrasi pajak Coretax DJP, kini penerimaan pajak dihadapkan dengan kondisi ekonomi domestik yang tengah sulit.

Kondisi ekonomi yang dimaksud yaitu maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pabrik tutup maupun perusahaan bangkrut. Contoh, PT Sri Rejeki Isman walupun kabarnya pekerja ter-PHK akan dipekerjakan kembali. Ada juga PHK di Sanken Indonesia, Yamaha Music hingga KFC.

Kondisi tersebut turut memengaruhi penerimaan pajak, terutama dari sisi penerimaan pajak penghasilan, baik itu setoran PPh Pasal 21 maupun PPh badan. (Kontan)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.