Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) tidak berencana merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024 meski kini pengusaha kena pajak (PKP) diperbolehkan untuk mengkreditkan pajak masukan pada masa pajak yang tidak sama.
Sebab, PMK 81/2024 tidak memuat klausul yang secara eksplisit melarang pengkreditan pajak masukan dalam e-faktur pada masa pajak tidak sama maksimal 3 masa pajak berikutnya.
"Saat ini, belum memerlukan perubahan PMK 81/2024," tulis DJP dalam Keterangan Tertulis Nomor KT-08/2025, dikutip pada Jumat (21/2/2025).
Meski Pasal 376 PMK 81/2024 mengatur pengkreditan pajak masukan pada masa pajak berbeda hanya dimungkinkan atas pajak masukan yang tercantum dalam dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak, PKP kini diperbolehkan untuk mengkreditkan pajak masukan dalam e-faktur maksimal hingga 3 masa pajak berikutnya melalui pembaruan atas coretax administration system.
"Dalam rangka mengakomodasi adanya kebutuhan PKP, aplikasi coretax telah dilakukan pembaruan sehingga pajak masukan pada e-faktur dapat dikreditkan dengan pajak keluaran paling lama 3 masa pajak berikutnya," tulis DJP.
Pengkreditan pajak masukan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang tidak sama maksimal 3 masa pajak berikutnya dimungkinkan berdasarkan Pasal 9 ayat (9) UU PPN.
Pengkreditan pajak masukan pada masa yang tidak sama dimungkinkan sepanjang PKP yang bersangkutan belum membebankan pajak masukan tersebut sebagai biaya atau belum dikapitalisasi dalam harga perolehan barang kena pajak/jasa kena pajak (BKP/JKP).
"Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lama 3 masa pajak setelah berakhirnya masa pajak saat faktur pajak dibuat sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan (dikapitalisasi) dalam harga perolehan BKP/JKP serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan UU ini," bunyi Pasal 9 ayat (9) UU PPN. (rig)