Pengendara sepeda motor mengisi bahan bakar minyak (BBM) di salah satu SPBU di Kota Serang, Banten, Jumat (1/11/2024). ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto/Spt.
JAKARTA, DDTCNews - Perubahan skema penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi bantuan langsung tunai (BLT) bukan opsi tunggal untuk memastikan subsidi tersalurkan secara tepat sasaran.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, pemerintah masih membuka opsi untuk tetap memberikan subsidi BBM dengan dibarengi penyaluran BLT (blending).
"Formulasinya mungkin ada beberapa, salah satu di antaranya adalah, apakah kemudian subsidi itu biar tepat sasaran, kita secara langsung dalam bantuan tunai langsung (BLT) kepada masyarakat, atau di blending ada bagian yang memang kita langsung ke rakyat dan ada sebagian yang masih subsidi seperti sekarang," ungkap Bahlil, dikutip pada Senin (4/11/2024).
Dalam waktu dekat, pemerintah segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Subsidi Tepat Sasaran. Bahlil menyatakan bahwa sekitar 20%-30% subsidi energi selama ini berpotensi dinikmati oleh kelompok yang tidak termasuk kategori masyarakat miskin atau rentan.
"Karena kita tahu subsidi kita sekarang Rp435 triliun di 2024, terdiri dari kompensasi dan subsidi, termasuk Rp83 triliun untuk subsidi LPG," ujar Bahlil.
Dari laporan PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), dan BPH Migas, subsidi yang mencapai Rp435 triliun itu ditengarai masih belum sepenuhnya tepat sasaran. Pemerintah menilai, subsidi energi masih banyak dinikmati oleh kelompok yang sebenarnya tidak membutuhkan bantuan ini.
"Dari berbagai laporan yang masuk baik dari PLN, Pertamina maupun BPH Migas ditenggarai subsidi BBM dan listrik itu ada potensi yang tidak tepat sasaran. Tujuan subsidi itu kan adalah diberikan kepada warga negara yang berhak untuk menerima subsidi," terang Bahlil.
Untuk mengatasi ketidaktepatan ini, Bahlil mengatakan pemerintah tengah mengkaji berbagai opsi penyaluran subsidi yang lebih tepat. Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah penyaluran subsidi langsung dalam bentuk BLT kepada masyarakat miskin. Selain itu, ada pula opsi tetap memberikan subsidi pada produk seperti yang berlaku saat ini atau menggunakan sistem 'blending' atau pencampuran kedua skema tersebut.
Bahlil menambahkan, Presiden telah memberikan tenggat waktu 2 minggu untuk menyelesaikan kajian ini. "Sesuai perintah Presiden, kita diberi waktu dua minggu. Jadi, 2 minggu ini akan kami selesaikan," tegasnya.
Subsidi yang disalurkan pemerintah melalui Kementerian ESDM mencakup subsidi BBM, liquefied petroleum gas (LPG), dan subsidi listrik. Subsidi ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat miskin, namun selama ini ada sekitar 20%-30% dari subsidi berpotensi dinikmati oleh kelompok yang tidak berhak, dengan nilai sekitar Rp100 triliun.
"Jujur saya katakan kurang lebih sekitar 20-30 persen subsidi BBM dan listri itu berpotensi tidak tepat sasaran, dan itu gede, angkanya itu kurang lebih Rp100 triliun. Kalian gak ingin kan subsidi itu yang harusnya untuk orang miskin, ekonominya belum bagus, kemudian diterima oleh saudara-saudara kita yang ekonominya bagus," kata Bahlil. (sap)