Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Kring Pajak memberikan penjelasan terkait dengan penentuan besaran peredaran bruto atau omzet dalam menghitung PPh final UMKM terutang berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 55/2022.
Penjelasan dari otoritas pajak tersebut merespons pertanyaan warganet di media sosial. Wajib pajak bersangkutan mengaku perusahaannya memiliki penghasilan lain-lain (bukan merupakan persediaan), tetapi bingung apakah masuk dalam penghitungan PPh final UMKM sebesar 0,5% atau tidak.
“Peredaran bruto yang digunakan untuk menghitung PPh final sesuai dengan PP 55/2022 merupakan penghasilan dari usaha,” sebut Kring Pajak di media sosial, Senin (29/4/2024).
Berdasarkan PP 55/2022, wajib pajak dalam negeri yang menerima penghasilan dengan peredaran bruto tertentu atau tidak melebihi Rp4,8 miliar dapat dikenai PPh final 0,5% dalam jangka waktu tertentu.
Besarnya peredaran bruto tersebut merupakan jumlah peredaran bruto dalam 1 tahun dari tahun Pajak terakhir sebelum tahun pajak bersangkutan, yang ditentukan berdasarkan keseluruhan peredaran bruto dari usaha, termasuk peredaran bruto dari cabang.
Jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha setiap bulan merupakan dasar pengenaan pajak (DPP) yang digunakan untuk menghitung PPh final.
Untuk wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu, atas bagian peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500 juta dalam 1 tahun pajak tidak dikenai PPh.
Untuk diperhatikan, peredaran bruto yang dijadikan DPP tersebut merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis. (rig)