Tampilan isian bukti potong tahunan A-1. (Petunjuk Penggunaan Aplikasi e-Bupot 21/26)
JAKARTA, DDTCNews – Ada beberapa elemen data yang diperlukan dalam perekaman bukti potong tahunan A-1 dengan skema key-in pada aplikasi e-bupot 21/26.
Dalam Petunjuk Penggunaan Aplikasi e-Bupot 21/26, Ditjen Pajak (DJP) menyatakan perekaman dengan skema key-in mengharuskan pengguna merekam satu per satu bukti potong PPh Pasal 21 yang akan dibuat.
“Melalui metode ini, pengguna dapat melihat lebih detail dan teliti atas setiap bukti potong yang dibuat sebelum disimpan dan diterbitkan,” tulis DJP, dikutip pada Kamis (21/3/2024).
Bupot tahunan A-1 digunakan untuk merekam bukti potong PPh 21 tahunan (formulir 1721-A-1) atau bukti potong pada masa pajak terakhir. Pada masa pajak terakhir, ketika penerima penghasilan telah dibuatkan bupot tahunan A-1 maka bupot bulanan tidak diperlukan lagi.
Dengan demikian, sambung DJP, secara sederhana dapat disimpulkan bupot tahunan A-1 merupakan bupot bulanan pada masa pajak terakhir. DJP menjabarkan setidaknya ada 7 bagian elemen data yang diperlukan saat perekaman bukti potong tahunan A-1 dengan skema key-in.
Pertama, identitas penerima penghasilan yang dipotong. Jika identitas yang dipilih adalah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), pengguna mengisi 15 digit NPWP pihak yang dipotong. Untuk nama dan alamat akan terisi secara otomatis jika data NPWP yang diinput terdaftar pada sistem DJP.
Jika identitas yang dipilih adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK), pengguna mengisi 16 digit NIK, nama lengkap, dan alamat sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Kemudian, pengguna menekan tombol Cek untuk mengetahui validitas data pihak yang dipotong.
“Sistem akan membaca ‘valid’ jika data yang diisi sesuai dengan data yang terdapat pada sistem Dukcapil (Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil),” imbuh DJP.
Kemudian, pengguna mengisi jenis kelamin penerima penghasilan yang dipotong (laki-laki/perempuan). Lalu, pengguna memilih status/jumlah tanggungan keluarga untuk penghasilan tidak kena pajak atau PTKP (TK/0, TK/1, TK/2, TK/3, K/0, K/1, K/2, K/3, HB/0, HB/1, HB/2, HB/3).
Kemudian, pengguna mengisi nama jabatan, misalnya direktur. Lalu, pengguna mengisi status karyawan asing dan kode negara domisili (kolom ini diisi dalam hal status karyawan yang dipilih adalah asing).
Kedua, perincian penghasilan dan penghitungan PPh Pasal 21. Pada kolom ini, pengguna memilih kode objek pajak dari transaksi yang akan dipotong PPh Pasal 21. Terdapat 2 kode objek pajak, yaitu 21-100-01 untuk pegawai tetap dan 21-100-02 untuk penerima pensiun berkala.
Kemudian, pengguna memilih tahun pajak serta masa pajak awal dan akhirnya. Pengguna perlu menekan tombol Fasilitas PPh Pasal 21 jika penerima penghasilan memiliki fasilitas seperti Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh Pasal 21.
“Isikan nomor SKB tersebut jika ingin memanfaatkan fasilitas dimaksud,” tulis DJP.
Ketiga, data penghasilan masa pajak terakhirnya. Pengguna mengisikan penghasilan bruto untuk masa pajak terakhir. Misal, jika pegawai A bekerja penuh selama 1 tahun pada Januari—Desember, pengguna mengisi penghasilan bruto untuk masa pajak Desember saja (masa pajak terakhirnya).
Penghasilan masa pajak terakhir pada bukti potong A-1, sambung DJP, tidak akan memengaruhi penghitungan PPh Pasal 21 akhir pada bupot tersebut. Namun, penghasilan itu akan memengaruhi nilai penghasilan bruto pada induk Surat Pemberitahuan (SPT).
Keempat, data penghasilan setahun. Pengguna mengisi setiap kolom terkait dengan seluruh penghasilan yang diterima selama setahun, baik berupa gaji maupun uang pensiun berkala, tunjangan pph, tunjangan lainnya, dan lain sebagainya.
Kelima, pengurangan. Pengguna mengisi setiap kolom yang menjadi pengurangan penghasilan, baik berupa biaya jabatan/biaya pensiun, iuran pensiun/hari tua, maupun pengurangan lain sebagainya.
Keenam, penghitungan PPh Pasal 21. Pengguna mengisi setiap kolom yang berwarna putih sesuai dengan kondisi yang ada. Jika berwarna abu-abu maka kolom tersebut akan terisi secara otomatis sesuai dengan penghitungan sistem.
Untuk bagian angka 14 diisi jika pegawai yang bersangkutan merupakan pegawai pindahan yang menggabungkan bukti potong atau merupakan pensiunan yang baru menerima uang terkait dengan pensiun dalam tahun pajak berjalan.
“Jumlah yang diisikan yaitu sesuai dengan jumlah pada angka 13 dari Formulir 1721-A-1 yang dibuat oleh pemberi kerja sebelumnya,” tulis DJP.
Kemudian, bagian angka 15 merupakan pemilihan jumlah penghasilan neto untuk perhitungan PPh Pasal 21 (setahun/disetahunkan). Jika masa perolehan penghasilan meliputi 1 tahun kalender, yaitu Januari—Desember, bagian ini diisi sesuai dengan jumlah pada angka 13 dan angka 14 (jika ada).
Jika masa perolehan penghasilan kurang dari 1 tahun kalender maka berlaku ketentuan berikut ini.
maka oleh pemotong pajak yang lama, bagian ini diisi dengan jumlah pada angka 13 dan angka 14 (jika ada).
maka oleh pemotong pajak yang lama, bagian ini diisi dengan jumlah pada angka 13 dan angka 14 (jika ada), kemudian disetahunkan.
maka oleh pemotong pajak yang baru, bagian ini diisi dengan hasil penjumlahan angka 13 dan angka 14.
Selanjutnya, pengguna menekan tombol Hitung untuk melakukan penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan kena pajak setahun/disetahunkan. Jika telah dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 untuk masa-masa sebelumnya, baik yang ditanggung pemerintah (DTP) maupun tidak, pengguna menekan tekan tombol Ambil Data untuk menarik data dimaksud.
Untuk angka 19 dan 20 terkait dengan PPh Pasal 21 yang dipotong masa pajak sebelumnya, data yang diambil merupakan data bupot bulanan dengan kode objek pajak 21-100-01 dan 21-100-02 dengan catatan pemberi kerja dan penerima penghasilan yang sama saat pembuatan bukti potong tahunan A-1.
Untuk angka 22A dan 22B terkait dengan PPh Pasal 21/26 yang dipotong dan dilunasi selain masa pajak terakhir, data yang diambil merupakan data bupot tahunan A-1 yang yang telah direkam oleh pemberi kerja sebelumnya yang berbeda atas penerima penghasilan yang sama.
“Meskipun data PPh Pasal 21 sebelumnya disediakan oleh sistem, namun tetap diberikan keleluasaan bagi wajib pajak untuk melakukan edit data tersebut,” imbuh DJP.
Ketujuh, penandatangan bukti pemotongan. Setelah semua bagian terisi secara lengkap, langkah terakhir adalah memilih jabatan penandatangan dan nama penandatangan, mencentang pernyataan, serta menekan tombol Simpan.
“Bukti potong yang telah dibuat akan muncul pada menu Daftar Bukti Potong Pasal 21,” imbuh DJP.
Seperti diketahui, DJP terus memperbarui aplikasi e-bupot 21/26. Saat ini, DJP Online menyediakan aplikasi e-bupot 21/26 versi 1.4. Simak pula ‘E-Bupot 21/26 Versi 1.4 DJP Online, Ada 2 Opsi Autentikasi Kirim SPT’. (kaw)