Laman depan dokumen PER-3/BC/2024.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menerbitkan Perdirjen Bea dan Cukai Nomor PER-3/BC/2024 mengenai petunjuk pelaksanaan penundaan atau pengangsuran utang di bidang kepabeanan dan cukai.
PER-3/BC/2024 diterbitkan sebagai peraturan pelaksana PMK 154/2023 tentang Penundaan atau Pengangsuran Utang di Bidang Kepabeanan dan Cukai. Ketentuan ini telah berlaku sejak 26 Februari 2024.
"Direktur jenderal dapat memberikan persetujuan penundaan atau pengangsuran terhadap utang kepabeanan; atau pengangsuran terhadap utang cukai," bunyi Pasal 2 PER-3/BC/2024, dikutip pada Kamis (14/3/2024).
Utang yang dapat diberikan penundaan atau pengangsuran ini merupakan utang yang timbul dari surat penetapan; surat tagihan; keputusan dirjen mengenai keberatan; atau putusan badan peradilan pajak.
Penundaan atau pengangsuran tidak dapat diberikan dalam hal utang sedang diajukan upaya administratif atau upaya hukum. Upaya administratif atau upaya hukum itu meliputi keberatan sebagaimana dimaksud dalam UU Kepabeanan dan UU Cukai; serta banding sebagaimana dimaksud dalam UU Kepabeanan dan UU Cukai.
Upaya administratif atau upaya hukum juga mencakup pembetulan surat penetapan atau pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi menurut Pasal 92A ayat (1) UU Kepabeanan; atau pembetulan surat tagihan atau surat keputusan keberatan atau pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi menurut Pasal 40A ayat (1) UU Cukai.
Penundaan atau pengangsuran utang kepabeanan dapat diberikan dengan mempertimbangkan kemampuan pihak yang terutang dalam membayar utang. Sementara itu, pengangsuran utang cukai dapat diberikan kepada pihak yang terutang, yang merupakan pengusaha pabrik yang mengalami kesulitan keuangan atau keadaan kahar.
Pihak yang terutang dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran kepada dirjen bea dan cukai melalui kepala kantor bea dan cukai. Permohonan ini diajukan dalam jangka waktu paling lambat sebelum surat paksa diberitahukan oleh juru sita bea dan cukai kepada pihak yang terutang.
Permohonan juga harus memenuhi 2 ketentuan. Pertama, ditandatangani oleh pihak yang terutang.
Kedua, dilampiri dengan surat penetapan, surat tagihan, keputusan dirjen mengenai keberatan, atau putusan badan peradilan pajak; laporan keuangan periode berjalan dan laporan keuangan tahun sebelumnya, atau catatan sebagaimana diwajibkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai; catatan keuangan; dan surat kuasa khusus yang ditandatangani oleh pihak yang terutang, dalam hal permohonan bukan diajukan oleh pihak yang terutang.
Dalam hal permohonan diajukan karena pihak yang terutang mengalami keadaan kahar, juga harus melampirkan surat keterangan dari instansi berwenang yang menyatakan telah terjadi keadaan kahar.
Nantinya, kepala kantor bea dan cukai akan melakukan penelitian terhadap permohonan penundaan atau pengangsuran tersebut. Penelitian ini meliputi kelengkapan surat permohonan; jangka waktu permohonan; pemenuhan syarat utang tidak sedang diajukan upaya administratif atau upaya hukum; kredibilitas pihak yang terutang; kondisi keuangan pihak yang terutang; dan keadaan kahar.
Kepala kantor bea dan cukai atas nama dirjen bea dan cukai akan memberikan persetujuan penundaan atau pengangsuran; atau penolakan penundaan atau pengangsuran, terhadap permohonan penundaan atau pengangsuran paling lama 10 hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
Dalam hal permohonan penundaan atau pengangsuran telah mendapatkan persetujuan, pihak yang terutang harus menyerahkan jaminan.
Pada saat PER-3/BC/2024 ini mulai berlaku, PER-52/BC/2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pengangsuran Pembayaran Tagihan Utang Cukai yang Tidak Dibayar pada Waktunya, Kekurangan Cukai, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Cukai dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (sap)