Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat realisasi penerimaan dari denda administrasi cukai hingga Agustus 2023 mencapai Rp60 miliar, tumbuh 97,33% ketimbang periode yang sama tahun lalu senilai Rp30 miliar.
Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Muhammad Aflah Farobi mengatakan peningkatan denda administrasi cukai ini utamanya disebabkan oleh penerapan prinsip ultimum remedium.
"Ultimum remedium itu win-win, mereka tidak terkena dampak yang panjang misalnya harus disidik, tetapi bisa dikenakan denda," katanya, dikutip pada Kamis (28/9/2023).
Aflah menuturkan adanya prinsip ultimum remedium membuat pejabat DJBC berwenang menghentikan proses penelitian sepanjang pengguna jasa membayar sejumlah denda. Melalui prinsip ini, pemulihan kerugian pendapatan negara akan lebih dikedepankan.
Dia menjelaskan peningkatan denda administrasi cukai juga didorong oleh gencarnya operasi gempur barang kena cukai ilegal. Sebab, pelaku pelanggaran ketentuan cukai juga dapat memiliki membayar denda sehingga proses penelitian atas pelanggarannya dihentikan.
"Dengan makin meningkatnya operasi gempur, dibuka opsi ultimum remedium," ujarnya.
UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) merevisi UU Cukai dengan memperkenalkan prinsip ultimum remedium dalam menangani pelanggaran cukai. UU HPP juga mengatur penyesuaian sanksi administrasi dalam upaya pemulihan kerugian pendapatan negara pada saat penelitian dan penyidikan.
Melalui ketentuan dalam UU HPP, pejabat DJBC berwenang melakukan penelitian atas dugaan pelanggaran cukai. Dalam hal hasil penelitian merupakan pelanggaran administratif di bidang cukai maka dapat diselesaikan dengan membayar sanksi administratif.
Penelitian atas dugaan pelanggaran di bidang cukai hanya dibatasi pada 5 pasal yaitu Pasal 50, Pasal 52, Pasal 54, Pasal 56, dan Pasal 58 UU Cukai.
Kelima pasal tersebut terkait dengan pelanggaran perizinan, pengeluaran barang kena cukai, barang kena cukai tidak dikemas, barang kena cukai yang berasal dari tindak pidana, dan jual beli pita cukai.
Hasil penelitian yang tidak berujung pada penyidikan mewajibkan pelaku untuk membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 3 kali jumlah cukai yang seharusnya dibayar.
Perubahan juga berlaku untuk Pasal 64 UU Cukai perihal pemulihan kerugian pendapatan negara pada tahap penyidikan. Pada UU Cukai yang berlaku, penghentian penyidikan wajib membayar pokok cukai ditambah sanksi denda 4 kali cukai kurang dibayar.
Melalui UU HPP, pemulihan kerugian pendapatan negara saat tahap penyidikan dilakukan dengan membayar sanksi denda sebesar 4 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Pelaku juga bisa terhindar dari pidana penjara saat perkara sudah masuk ke pengadilan dan sudah membayar sanksi administratif.
Saat ini, pemerintah masih berupaya menyelesaikan rancangan peraturan pemerintah (RPP) untuk menerapkan prinsip ultimum remedium untuk pelanggaran cukai pada tahap penyidikan. (rig)