Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menegaskan terus berupaya menghalau masuknya barang tekstil dan produk tekstil (TPT) ke Indonesia.
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan DJBC langsung melaksanakan analisis setelah memperoleh informasi soal impor TPT ilegal. Selain itu, otoritas juga memanfaatkan data eksternal untuk membandingkan kegiatan impor TPT.
"Kemudian, kita lihat tren importasi komoditas tersebut, menganalisis dari harga pasar, dan juga melakukan interview mendalam di masing-masing tempat pemasukan untuk meyakinin dan juga memastikan mengenai kondisi aktual di lapangan," katanya, dikutip pada Jumat (22/9/2023).
Dari berbagai analisis tersebut, Askolani menyebut DJBC menemukan berbagai modus impor TPT ilegal. Pertama, under invoicing, yakni mencantumkan harga di bawah yang sebenarnya pada pemberitahuan pabean impor (PPI).
Kedua, undeclare atau tidak menyampaikan barang yang diimpor kepada otoritas, termasuk mengurangi sebagian volume barangnya. Ketiga, mencantumkan kode HS yang tidak benar.
Selain ketiga modus tersebut, Askolani menyebut DJBC juga mengamati potensi balloon effect akibat penguatan pengawasan di satu pelabuhan. Hal tersebut dinilai dapat menyebabkan importir curang mengalihkan pemasukan barang ke pelabuhan yang lebih longgar, terutama di wilayah pesisir timur Indonesia.
"Dari sini kami sudah melakukan langkah awal untuk kemudian menerbitkan nota informasi dan pendalaman terhadap data-data yang kami terima," ujarnya.
Askolani menambahkan DJBC telah meningkatkan pengawasan di lapangan dengan pendampingan dari unit kepatuhan internal dan Inspektorat Jeneral. Selain itu, DJBC juga berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan pelaku usaha untuk mengoptimalkan pengawasan.
Sebelumnya, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) menyebut telah terjadi lonjakan impor TPT ilegal. Fenomena ini dinilai merugikan pengusaha dalam negeri karena barang impor ilegal tidak membayar bea masuk dan pajak sehingga bisa dijual murah. (sap)