Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah telah menetapkan tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor roda empat dengan emisi karbon rendah.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.73/2019. Pemerintah, melalui aturan tersebut, memberikan rincian tentang tarif PPnBM atas kendaraan beremisi karbon rendah yang belum diatur dalam beleid terdahulu.
“Untuk lebih mendorong penggunaan kendaraan bermotor yang hemat energi dan ramah lingkungan, perlu mengatur kembali pengenaan PPnBM terhadap kendaraan bermotor,” demikian penggalan pertimbangan dalam beleid tersebut, seperti dikutip pada Senin (28/10/2019).
Pemerintah menggolongkan tarif PPnBM atas kendaraan beremisi rendah menjadi 4 kelompok. Pertama, kendaraan hemat energi dan harga terjangkau yang memiliki tarif 15% dengan dasar pengenaan pajak (DPP) 20% dari harga jual.
Kedua, kendaraan full hybrid dan/atau mild hybrid. Untuk kendaraan jenis ini yang memiliki silinder sampai dengan 3000 cc, tarif yang dipatok adalah sebesar 15% dengan DPP yang beragam mulai dari 13 1/3% hingga 80% dari harga jual.
Adapun persentase DPP tersebut tergantung pada volume konsumsi bahan bakar atau tingkat emisi yang dihasilkan. Kemudian, untuk kendaraan full hybrid atau mild hybrid dengan silinder lebih dari 3000 cc hingga 4000 cc memiliki tiga layer tarif, yaitu sebesar 20%, 25%, dan 30% dari harga jual.
Ketiga, kendaraan flexy engine (biofuel 100) memiliki tarif 15% dengan DPP 53 1/3% dari harga jual. Keempat, kendaraan plug-in hybrid electric vehicles, battery electric vehicles, atau fuel cell electric vehicles memiliki tarif 15% dengan DPP 0%.
Adapun tarif yang ditetapkan pada setiap kelompok didasarkan pada volume konsumsi bahan bakar atau tingkat emisi CO2 yang dihasilkan. Semakin rendah tingkat konsumsi bahan bakar serta emisi CO2 yang dihasilkan maka tarif efektif PPnBM yang harus dibayar juga semakin kecil.
Beleid yang diteken pada 16 Oktober 2019 ini akan mulai berlaku dua tahun sejak tanggal diundangkan. Pada saat beleid ini mulai berlaku, beleid terdahulu yaitu PP No. 41/2013 beserta perubahannya resmi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.(kaw)