Ilustrasi BI.
JAKARTA, DDTCNews – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpantau melemah dalam dua pekan terakhir. Otoritas moneter menyebut hal tersebut bersifat jangka pendek.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah mengatakan faktor eksternal memainkan peran utama atas depresiasi tersebut. Ada dua isu yang membuat rupiah loyo. Pertama, penyataan bank sentral Amerika Serikat (AS) yang tidak sesuai dengan ekspektasi pasar.
“The Fed memberi sinyal tidak akan menaikkan atau menurunkan suku bunga, sedangkan ekspektasi pasar adalah The Fed menurunkan suku bunga kebijakannya,” katanya di Kantor BI, Senin (6/5/2019).
Kedua, penyataan Presiden AS Donald Trump yang kembali memanaskan perang dagang dengan China. Pernyataan itu terkait dengan rencana AS yang akan mengenakan bea impor terhadap berbagai produk China senilai US$200 miliar pada pekan ini.
Berkat kedua isu tersebut, posisi dolar AS berbalik menguat terhadap beberapa mata uang negara di kawasan Asia Pasifik. Tidak tanggung-tanggung, pasar saham China tercatat mengalami koreksi hingga 5% akibat pernyataan tersebut.
“Dinamika seperti ini, yang disebabkan oleh statement, biasanya hanya jangka pendek dan dalam waktu singkat bisa berbalik arah,” paparnya.
Sementara itu, faktor domestik relatif tidak yang terlalu dirisaukan bank sentral. Stabilitas dan pertumbuhan ekonomi diklaim tetap terjaga baik pada kuartal I/2019. Satu-satunya isu domestik adalah meningkatnya kebutuhan valuta asing (valas) pada kuartal II tahun ini.
“Pola musiman kuartal II ikut memengaruhi yakni permintaan valas yang meningkat untuk kebutuhan pembayaran deviden dan juga impor,” imbuh Nanang. (kaw)