Ilustrasi anggota Global Forum (OECD)
JAKARTA, DDTCNews – Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, diperkirakan akan mendapat manfaat yang lebih banyak dari implementasi automatic exchange of information (AEoI). Topik ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (18/12/2018).
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah mencatat adanya pertukaran data keuangan lebih dari 4.500 sepanjang tahun berjalan 2018. Pertukaran ini dilakukan oleh 85 yurisdiksi.
Monica Bhatia, Head of Global Forum Secretariat OECD berpandangan pemerintah Indonesia cukup progresif dalam menjalin kerja sama dengan negara lain. Setelah program tax amnesty berhasil, implementasi AEoI menjadi pintu masuk untuk mendeteksi wajib pajak potensial. (Wawancara Monica Bhatia juga tersedia di InsideTax edisi 40, Desember 2018)
Selain itu, beberapa media nasional juga menyajikan informasi terkait pandangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait efek dari globalisasi. Selain membuat batas antarnegara menjadi tipis, ada tren penurunan tarif perpajakan.
Selanjutnya, beberapa media juga menyoroti rencana implementasi program Pertukaran Data Elektronik via Internet (PDE Internet) secara penuh oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) pada 2019. PDE Internet telah diimplementasikan pada 83 Kantor Pengawasan dan Pelayanan.
Berikut ulasan berita selengkapnya:
Monica Bhatia mengatakan implementasi AEoI membuat jurang informasi antara wajib pajak dengan otoritas semakin sempit. Selain mendapat banyak informasi, implementasi AEoI juga membuat setiap otoritas dapat berkolaborasi.
“Negara berkembang mendapat manfaat yang lebih banyak dari implementasi AEoI dan anti-BEPS. Mereka juga lebih terpukul akibat arus uang keluar dari sistem keuangannya,” ujar Monica.
Associate Professor University of Cape Town Craig West mengatakan implementasi dari AEoI memang dibutuhkan, tapi jaminan terhadap hak wajib pajak tetap harus ada. Untuk negara berkembang seperti Indonesia, menurutnya, perlu ada kesiapan kerangka hukum dan regulasi pelaksana.
“Untuk memastikan standar kerahasiaan dan perlindungan data terpenuhi. Pelatihan dan capacity building juga diperlukan,” tuturnya.
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) John Hutagaol mengatakan instansinya menjamin keamanan dan kerahasiaan data yang diterima dalam kerangka AEoI. Beberapa negara yang dibidik antara lain Singapura, Malaysia, Australia, China, dan Hong Kong.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan globalisasi membuat perbedaan antarnegara semakin kecil. Dahulu, semuanya dibatasi dengan pajak dan bea masuk yang berbeda. “Nantinya, tidak ada pajak tinggi dan rendah, negara-negara bersepakat menurunkan tarif antarnegara. Dengan adanya e-commerce, kita tidak tahu barang itu diproduksi dari mana dan bisa ada di depan rumah kita,” katanya.
Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan implementasi PDE Internet secara penuh akan membuat arus ekspor-impor lebih efektif, mudah, cepat, dan transparan. Nantinya, pengawasan dan pelayanan untuk memproses dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) bisa berlangsung secara online.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor ke hampir semua negara tujuan utama melemah. Hal ini ditengarai sebagai imbas dari perang dagang sehingga negara-negara tersebut mengurangi pembelian barang dari luar negeri. Pada November 2018, ekspor ke Amerika Serikat turun 5,04% (month to month). Sementara, ekspor ke China turun 7,1%. (kaw)