JAKARTA, DDTCNews - Komnas Pengendalian Tembakau dan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKIS-UI) merilis hasil survei terkait dukungan publik terhadap kenaikan harga rokok. Hasilnya, sebagian besar responden mendukung adanya kenaikan harga rokok.
Adapun komposisi responden untuk survei ini dapat dikatakan beragam. Yakni terdiri dari perokok, mantan perokok, dan bukan perokok yang jumlahnya mencapai 1.000 orang.
"Dukungan harga rokok mahal ternyata tidak hanya muncul dari masyarakat non-perokok, tetapi juga dari para perokok itu sendiri. Hal ini dibuktikan dalam hasil survei yang dilakukan PKJS-UI selama Mei 2018 pada 1.000 responden," kata anggota Tim Peneliti PKJS-UI, Renny Nurhasanah, Selasa (17/7).
Lebih lanjut, dia menambahkan, bahwa 88% responden mendukung adanya kenaikan harga rokok. Kemudian, dengan patokan harga jual di atas nilai psikologis Rp50.000 per bungkus akan membuat perokok berpikir dua kali untuk membeli komoditas tembakau tersebut.
"Sebanyak 66% dari 404 responden perokok akan berhenti membeli rokok apabila harga rokok naik menjadi Rp60.000 per bungkus dan sebanyak 74% dari 404 responden perokok mengatakan akan berhenti merokok apabila harga rokok naik menjadi Rp70.000 per bungkus," ujar dia.
Tak hanya soal kenaikan harga rokok, survei dari PKJS-UI juga menemukan adanya kecenderungan perokok aktif pada responden yang memiliki penghasilan keluarga kurang dari Rp2,9 juta sebesar 44,61% dan Rp3 juta sampai Rp6,9 juta sebesar 41,88%.
Hal tersebut lebih tinggi dibandingkan responden yang memiliki penghasilan keluarga lebih dari Rp7 juta dengan persentase hanya sebesar 30,91%.
Seperti yang diketahui, komoditas tembakau dan turunannya masih menjadi andalan penerimaan Direktorat Jenderal Bea & Cukai (DJBC) hinga pertengahan tahun 2018. Tercatat realisasi setoran cukai menjadi penyumbang utama penerimaan DJBC.
Realisasi penerimaan cukai hingga Juni 2018 mencapai Rp50,21 triliun. Setoran cukai tersebut masih didominasi penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp47,76 triliun. Sementara sisanya berasal dari penerimaan cukai minuman yang mengandung etil alkohol sebesar Rp 2,37 triliun dan dari etil alkohol sebesar Rp0,07 triliun. (Amu)