Menteri Keuangan Nigeria Zainab Shamsuna Ahmed.
DAVOS, DDTCNews - Nigeria masih belum bersedia menyetujui Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) bersama dengan negara-negara anggota Inclusive Framework.
Menteri Keuangan Nigeria Zainab Shamsuna Ahmed menilai mayoritas ketentuan dalam Pilar 1 dan Pilar 2 hanya menguntungkan negara-negara maju.
"Negosiasi tidak diselenggarakan dengan posisi yang setara (equal footing). Ketentuan yang disepakati justru tidak mencerminkan kepentingan negara berkembang," ujar Ahmed pada World Economic Forum, dikutip Jumat (20/1/2023).
Menurut Ahmed, klausul-klausul yang tercantum dalam kedua pilar lebih mencerminkan kepentingan negara-negara maju.
Ahmed mengatakan pada awalnya negara-negara berkembang diajak turut serta dalam Inclusive Framework dengan tujuan untuk mencari solusi pemajakan atas penghasilan yang diterima perusahaan digital multinasional. Menurut Nigeria, tujuan tersebut masih belum tercapai.
Ketentuan dalam Pilar 1 dan Pilar 2 juga masih terlampau kompleks dan masih belum mungkin diterapkan oleh negara berkembangkan akibat terbatasnya kapasitas. Oleh karenanya, Pilar 1 dan Pilar 2 masih perlu disimplifikasi.
Selanjutnya, Ahmed juga mengatakan cakupan dari Pilar 1 saat ini menjadi lebih sempit bila dibandingkan dengan cakupan yang dijanjikan sebelumnya.
Mengingat Pilar 1 hanya mencakup perusahaan multinasional dengan pendapatan global di atas €20 miliar per tahun, Ahmed mengatakan Nigeria tidak memperoleh hak pemajakan atas penghasilan perusahaan digital berskala menengah yang beroperasi di Nigeria. Menurut Ahmed, perekonomian digital di Nigeria justru didominasi oleh perusahaan berskala menengah, bukan perusahaan besar.
"Tak hanya itu, ketentuan dalam Pilar 1 berpotensi menciptakan diskriminasi perlakuan pajak antara perusahaan digital berskala menengah dan perusahaan digital yang berasal dari Nigeria," ujar Ahmed.
Mengenai pajak minimum global, lanjutnya, income inclusion rule (IIR) pada Pilar 2 hanya akan menguntungkan negara maju dan tidak memberikan hak pemajakan kepada negara berkembang.
"IIR akan digunakan untuk mengambil hak pemajakan dari negara kami. Negara berkembang tidak mendapatkan manfaat dari ketentuan ini," ujar Ahmed.
Menurut Ahmed, solusi 2 pilar seharusnya dirancang secara adil dengan mempertimbangkan kondisi dari setiap negara yang bakal turut serta menerapkan kebijakan tersebut.
Untuk diketahui, saat ini masih terdapat 4 yurisdiksi anggota Inclusive Framework yang masih belum bersedia menyetujui Pilar 1 dan Pilar 2 yakni Pakistan, Sri Lanka, Nigeria, dan Kenya. (sap)