Ilustrasi. Seorang karyawan Lufthansa mengikuti protes atas rencana pemotongan pekerjaan maskapai penerbangan Jerman yang terkena dampak besar akibat virus korona (COVID-19) yang mengakibatkan penurunan perjalanan saat demonstrasi oleh serikat pilot Cockpit di Pusat Penerbangan Lufthansa di Frankfurt, Jerman, Kamis (25/6/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Kai Pfaffenbach/aww/cfo
BERLIN, DDTCNews – Jerman menjadi salah satu negara yang paling banyak mengeluarkan anggaran untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19 versi International Monetary Fund (IMF). Tujuan penjagaan likuiditas mengambil porsi terbesar dalam pemanfaatan kebijakan fiskal.
Hal ini dijabarkan oleh Stefan Weber dari University of Applied Sciences Neu-Ulm Jerman dalam tulisannya berjudul “Tax and Fiscal Policy Measures in Response to the Covid-19 Crisis - Overview and Economic Analysis for Germany” di Bulletin for International Taxation June 2020 IBFD.
“Jerman adalah salah satu negara terdepan dalam hal dukungan sektor publik [dengan kebijakan fiskal] untuk melindungi individu dan perusahaan yang bertahan dari kejatuhan ekonomi,” tulisnya, seperti dikutip pada Rabu (1/7/2020).
Baik dukungan untuk dunia usaha maupun individu, Pemerintah Jerman menggunakan dua jalur terkait dengan kebijakan fiskal. Jalur pertama adalah dukungan melalui transfer langsung. Jalur kedua adalah dukungan melalui sistem atau instrumen pajak.
Dari sini terlihat instrumen pajak sangat diandalkan untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian. Hal ini sejalan dengan pengamatan DDTC Fiscal Research sebelumnya. Simak artikel ‘Bertambah Lagi, 129 Yurisdiksi Andalkan Pajak untuk Respons Covid-19’.
Untuk dunia usaha, dukungan jalur transfer langsung dilakukan melalui pemberian bantuan langsung tunai kepada usaha kecil, individu yang bekerja sendiri, dan pekerja lepas. Bantuan tidak perlu dikembalikan kepada pemerintah. Dukungan ini untuk membantu menutup biaya operasional selama 3 bulan.
Adapun terkait dengan dukungan melalui pemanfaatan instrumen bagi dunia usaha, Pemerintah Jerman menggelontorkan insentif yang bertujuan menyokong likuiditas sektor usaha. Dukungan ini diberikan melalui penagguhan pembayaran pajak, relaksasi denda keterlambatan pajak, hingga pengembalian pembayaran (restitusi). Simak pula artikel ‘Ada Covid-19, Berbagai Negara Beri Penangguhan dan Pengurangan Pajak’.
Meskipun mencakup pajak pertambahan nilai (PPN), jenis pajak yang lebih banyak disasar adalah pajak penghasilan (PPh). Dalam kajian DDTC Fiscal Research sebelumnya, PPh memang menjadi jenis pajak yang paling banyak digunakan dalam upaya meningkatkan arus kas perusahaan. Simak artikel ‘Jaga Arus Kas Perusahaan, Banyak Negara Pakai Instrumen Pajak Ini’.
Untuk memanfaatkan fasilitas yang diberikan, wajib pajak harus menunjukkan bahwa usahanya sangat terdampak akibat Covid-19. Permohonan diajukan oleh wajib pajak secara informal dengan mendeskripsikan keadaan ekonomi dan kerugian ekonomi yang timbul akibat pandemi Covid-19.
Pemerintah Jerman juga mensyaratkan tercapainya suatu kriteria atau ambang batas seperti penghasilan ataupun omzet sebelum wajib pajak bisa memanfaatkan insentif. Sebagai contoh, wajib pajak di Jepang harus mengalami penurunan pendapatan bruto hingga 20% akibat pandemi Covid-19 sebelum bisa memanfaatkan insentif pajak yang ditawarkan.
Insentif pajak yang ditawarkan oleh otoritas pajak juga berupa penundaan pembayaran pajak tanpa dikenakan sanksi bunga atas pajak yang sudah jatuh tempo ataupun yang akan jatuh tempo pada 31 Desember 2020.
Namun, apabila wajib pajak tidak memerinci jangka waktu penundaan pembayaran pajak pada permohonan insentifnya, maka otoritas pajak akan memberikan fasilitas penundaan pembayaran pajak selama 3 bulan. Penundaan pembayaran pajak bisa diperpanjang hingga setelah 31 Desember 2020, Namun, penundaan setelah 2020 baru dapat diberikan bila ada alasan yang kuat dari wajib pajak. Penundaan pembayaran pajak yang diberikan otoritas ini tidak berlaku atas pajak-pajak yang bersifat withholding tax seperti pajak atas capital gain dan pajak atas gaji.
Kemudian, bila penghasilan wajib pajak pada 2020 mengalami penurunan dan diproyeksikan menyebabkan angsuran PPh yang harus dibayarkan menurun ke level €0, angsuran PPh yang sudah dibayarkan pada kuartal I/2020 bisa dikembalikan oleh otoritas pajak kepada wajib pajak.
Dalam aspek perpajakan internasional, pemerintah Jerman juga menyepakati suatu perjanjian bilateral dengan negara tetangga untuk mencegah timbulnya pergeseran hak pemajakan yang timbul secara tidak disengaja.
Adapun dukungan untuk individu, terutama melalui jalur transfer langsung, ada penyederhaan ketentuan kompensasi untuk pekerjaan dengan waktu singkat serta pengembalian pembayaran kontribusi jaminan sosial yang telah dibayarkan sejak 1 Maret 2020.
Dari sisi penggunaan instrumen perpajakan, untuk individu, Pemerintah Jerman memberlakukan pembebasan dari pengenaan pajak atas penghasilan yang diberikan kepada karyawan di luar penghasilan rutin, seperti bonus karena bertambahnya beban kerja dan meningkatnya risiko kerja akibat pandemi Covid-19. (kaw)