Ilustrasi. (foto: roadtrippers.asia)
KOTA KINABALU, DDTCNews – Menteri Keuangan Malaysia didesak untuk menunda penerapan retribusi keberangkatan (departure levy).
Datuk Christina Liew, Menteri Pariwisata, Kebudayaan dan Lingkungan Sabah berpendapat otoritas fiskal seharusnya tidak mengenakan pajak pada sektor pariwisata dan departure levy secara bersamaan. Langkah ini dinilai akan berdampak negatif pada industri pariwisata di Malaysia.
“Atas nama para penyedia wisata di Sabah, saya mendesak Menteri Keuangan Lim Guan Eng agar hanya mengenakan satu bentuk pajak. Anda tidak boleh mengenakan keduanya pada wisatawan,” kata Christina pada Rabu (7/8/2019).
Dia mengatakan pajak keberangkatan adalah pajak yang tidak disukai pelaku usaha pariwisata karena akan membuat wisatawan berpikir dua kali untuk berkunjung ke Malaysia. Pemain di sektor pariwisata ingin bebas dari kerumitan dan wisatawan tidak terbebani oleh pajak semacam itu.
Salah satu alasan Chtistina menolak adanya retribusi keberangkatan karena belum mengetahui mekanismenya. Dia berharap Menteri Keuangan Federal mensosialisasikan prosedur dan mekanisme tentang bagaimana retribusi keberangkatan akan dikumpulkan.
Pada 2 Agustus 2019, Pemerintah Federal telah mengumumkan akan mengenakan pajak bagi siapa saja yang terbang keluar dari Malaysia dalam bentuk retribusi keberangkatan mulai dari RM8 hingga RM150 (sekitar Rp27.000—Rp506.000). Retribusi ini akan dikenakan mulai dari 1 September 2019.
Seperti dilansir theborneopost.com, Christina setuju dengan saran Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya Federal Datuk Mohamaddin Ketapi kepada Menteri Keuangan Lim Guan Eng untuk menunda penegakan retribusi keberangkatan sampai kampanye pariwisata Visit Malaysia 2020 selesai.
Dia memaparkan pada semester I/2019, Sabah dikunjungi 2,02 juta wisatawan. Realisasi ini menunjukkan adanya peningkatan 6,6% bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Penerimaan negara atas kunjungan wisatawan itu mencapai RM4,34 miliar (sekitar Rp14 triliun). (MG-dnl/kaw)